Kamis, 13 Desember 2007

XL dan Bakrie Bantah Lakukan Kartel

[Tempo Interaktif] - PT Excelcomindo Pratama (XL) dan Bakrie Telecom menampik melakukan praktek kartel (persekongkolan untuk membentuk harga) dalam tarif pesan pendek yang sedang diusut oleh Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha.

"Kami tak melakukan kartel," kata Presiden Direktur XL, Hasnul Suhaimi, seusai menghadiri seminar Marketing Markplus di Hotel Mulia, Jakarta.

Bahkan, menurut Direktur Layanan Korporasi PT Bakrie Telecom Tbk., Rakhmat Junaidi, saat ini tiada kartel. Kata dia, Bakrie Telecom menerapkan tarif Rp 50 on nett, "Sedangkan tarif offnettnya bervariasi, bahkan ada yang free."

Komisi Pengawas Persaingan Usaha tengah memeriksa dugaan kartel tarif pesan pendek (SMS) oleh delapan operator telepon. Mereka adalah XL, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom), PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Indosat Tbk., PT Hutchinson CP Indonesia, PT Smart Telecom, PT Mobile-8 Telecom, dan PT Bakrie Telecom Tbk.

Lembaga antipersaingan usaha tak sehat ini telah memanggil pemimpin delapan operator itu. Tapi, Erwin Syahrial, anggota majelis pemeriksa, merahasiakan pelapor dugaan kartel ini. Rapat pleno komisioner besok akan memutuskan meneruskan pemeriksaan atau tidak.

Jumlah Orang Kaya RI Meningkat, Aburizal Bakrie Terkaya

[Okezone Dotcom] - Majalah Forbes kembali merilis daftar orang tekaya di Indonesia. Hasilnya jumlah orang terkaya di Indonesia meningkat hampir dua kali lipat. Pemimpinnya adalah Menko Kesra Aburizal Bakrie.

Seperti dikutip dari Associated Press (AP) kekayaannya mencapai USD5,4 miliar atau naik dari USD1,2 miliar dibanding tahun sebelumnya.

Yang menjadikan Aburizal menjadi konglomerat, yakni kenaikan harga sahamnya yang meroket di PT Bumi Resources Tbk. Perusahaan itu tak lain adalah kelompok usaha Bakrie Group, yang dipimpinya.

Kelompok Bakrie adalah usaha yang bergerak di multisektor, antara lain batu bara yang dinaungi oleh perusahaan Bumi Resorces. Selain itu, juga disektor telekomunikasi dan properti. Tapi menurut majalah Forbes, sektor yang paling membuat Aburizal tertajir adalah dari Bumi Resources.

Sukanto Tanoto adalah orang terkaya nomor dua. Pada tahun lalu, Sukanto adalah menduduki peringkat pertama di Indonesia. Konglomerat yang saat ini tengah tersandung dugaan kasus penggelapan pajak Asia Agri ini, kekayaannya mencapai USD4,7 miliar meningkat USD2,8 miliar pada tahun lalu. Tak heran jika pemilik perusahaan pulp, kertas dan perkebunan kelapa sawit itu lah, yang menjadikan dirinya berkantong tebal.

Sementara Bambang Trihatmodjo yang tak lain adalah anak penguasa rezim Orde Baru, Soeharto, juga masuk dalam daftar orang tajir. Kekayaannya mencapai USD200 juta.

Selamat untuk Aburizal Bakrie dan Sukanto Tanoto

[Pelita Online] - mengucapkan selamat dan sukses kepada Aburizal Bakrie dan Sukanto Tanoto karena kedua konglomerat ini memperoleh predikat bergengsi sebagai Orang Paling Kaya di Indonesia dengan Peringkat Pertama dan Peringkat Kedua, versi Forbes Asia, majalah bisnis paling terkemuka di kawasan Asia. Menurut majalah tersebut, Aburizal dan keluarganya ditaksir memiliki kekayaan senilai 5,4 miliar dolar AS, naik dari tahun sebelumnya (2006) sebesar 1,2 miliar dolar AS.

Sedangkan kekayaan Sukanto Tanoto meningkat menjadi 4,7 milyar dolar AS dari 2,8 milyar dolar AS (tahun 2006). Tahun lalu, versi majalah yang sama, Sukanto Tanoto konglomerat asal Medan, pemilik kelompok usaha Raja Garuda Mas (GRM) yang bergerak dalam bidang usaha industri kertas dan bubur kertas, kelapa sawit, energi, dan lainya itu menempati peringkat pertama. Sungguh sebuah prestasi yang luar biasa.

Dalam realitas kehidupan, persoalan kekayaan, kemasyhuran yang diperoleh oleh para konglomerat itu, tentu tidak perlu dipersoalkan. Menjadi kaya, dapat dikatakan merupakan hak setiap orang, hak warga negara. Namun demikian, pada kesempatan yang baik ini, perkenankan kami mengajukan beberapa pertanyaan kepada beliau-beliau.

Pertama, bagaimanakah caranya memperoleh kekayaan yang luar biasa besar itu ? Jawaban Anda mudah-mudahan bisa menginspirasi dan memotivasi anak bangsa yang lainnya untuk menjadi kaya. Kedua, kepedulian sosial seperti apa yang sudah Anda lakukan terutama untuk bencana-bencana besar seperti Lumpur Panas Sidoarjo dan bencana banjir bandang serta longsor yang disebabkan oleh penggundulan hutan dan illegal logging. Ketiga, apakah konglomerat paling kaya ini juga membayar pajak dengan tertib, tanpa melakukan penggelapan pajak ?

Mohon kiranya, tiga pertanyaan sederhana ini dapat ditanggapi oleh beliau, tentu saja melalui jajaran direksi atau pun para pejabat korporasi di lingkungan inner circle atau minimal oleh petugas humas para konglomerat itu. Sekali lagi, kami ucapkan selamat, semoga tahun depan kekayaan Anda menjadi lebih baik lagi. Terima kasih.

Rabu, 12 Desember 2007

Jual Excelcomindo, Rajawali Ekspansi ke Properti

[Antara News] - PT Rajawali Corpora mengaku menjual saham PT Excelcomindo Pratama Tbk karena tergiur harga tinggi dan keinginannya mengembangkan sejumlah bisnis lain seperti properti, perkebunan, dan pertambangan.

"Rajawali akan melebarkan sayapnya ke properti, perkebunan dan pertambangan termasuk semen," kata Managing Director PT Rajawali Corpora Darjoto Setyawan di Jakarta, Rabu.

Darjoto mengungkapkan selain alasan pengembangan tersebut, penjualan saham Excelcomindo yang dimilikinya disebabkan harga yang ditawarkan oleh Emirates Telecommunications Corp (ETEL/Etisalat) sangat tinggi.

Dia mengungkapkan harga per sahamnya sekitar Rp3.592 atau jauh di atas harga pasar pada Selasa (11/12) yang ditutup di harga Rp2.300 per saham. "Harganya bagus, persyaratannya juga bagus," katanya.

Dengan penawaran harga yang cukup tinggi itu, lanjut Darjoto, maka Etisalat diterima sebagai strategic investor untuk mengembangkan Excelcomindo.

"Mereka ingin masuk ke Asia, dan mau untuk mengembangkan XL, jadi kita terima. Selain itu, Etisalat merupakan listed company yang akan mengembangkan bisnisnya di Asia. selain itu juga dia bayar cash," tambahnya.

Darjoto mengatakan untuk sektor properti, ada beberapa target yang akan dikejar khususnya dibidang hotel dan perumahan. "Kita lihat ada peluang di Vietnam. Sedangkan untuk pembangunan hotel belum bisa ditargetkan akan bangun berapa, karena lokasi juga kita masih cari-cari," tambahnya.

Dia menambahkan tidak tertutup kemungkinan perseroan akan investasi lagi di sektor telekomunikasi. "Sebenarnya cukup menarik, hanya investasinya butuh dana besar untuk bangun infrastruktur. kita lihat lah," kata Darjoto.

Transaksi pembelian 16 persen saham Excelcomindo ini telah dilakukan Rabu oleh Etisalat melalui mekanisme transaksi tutup sendiri (crossing) sebesar Rp 4,1 triliun.

Pada perdagangan saham kemarin, saat dibuka saham berkode EXCL langsung melejit ke harga Rp2.500 per saham atau naik dibandingkan penutupan sebelumnya sebesar Rp2.300. Pada penutupan perdagangan saham kemarin, saham EXCL ditutup menguat dilevel Rp2.700 per saham. [Selasa : 12/12/2007]

Selasa, 11 Desember 2007

Indosiar Bantah Akan Dibeli SCTV

[Antara News] - Pihak Indosiar membantah rumor yang menyebutkan bahwa Indosiar bakal dibeli oleh SCTV atau tukar guling dengan SCTV.

"Hingga saat ini Indosiar belum pernah mendapat keterangan dari pemegang saham mengenai isul tersebut. Apalagi, ada undang-undang yang melarang kepemilikan silang dalam industri media," kata Direktur Utama Indosiar, Handoko di Jakarta, Selasa.

"Yang jelas, pihak kami tidak ada niat untuk melanggar undang-undang, ataupun melanggar hukum," katanya menegaskan.

Seperti diberitakan sebelumnya, keluarga Sariatmadja, pemilik stasiun televisi Surya Citra Televisi (SCTV), berhasil mengambil alih (tukar guling) stasiun televisi Indosiar dari tangan kelompok Salim.

Transaksi ini merupakan kelanjutan dari transaksi penjualan kepemilikan saham PT London Sumatera Tbk (Lonsum) milik keluarga Sariatmadja ke kelompok Salim. [11/12/2007]

Ciputra Miris Lihat Banyaknya Pengangguran

[Antara News] - Pengusaha yang sukses membawa tiga grup perusahaan selama tiga orde politik, Ir. Ciputra, merasa miris melihat kondisi bangsa Indonesia yang sampai saat ini masih bermental terjajah, dan salah satu dampaknya adalah banyaknya pengangguran, karena tidak seimbangnya angkatan kerja dan kesempatan kerja, serta mahasiswa juga dilihatnya sebagai calon pengangguran.

"Kondisi ini terjadi karena bangsa Indonesia hanya siap bekerja untuk orang lain, bukan membuka pekerjaan untuk orang lain," kata Ciputra ketika berbicara pada seminar internasional "The Importance of Agriculture Entrepreneur Education in Indonesia: From Vision to Action", di IPB International Convention Center (IICC), Bogor, Selasa.

Pendiri tiga grup perusahaan, Jaya Grup, Metropolitan Grup, dan Ciputra Grup itu menegaskan, untuk mengatasi pengangguran, `kita` harus mengubah paradigma dari mental terjajah menjadi mental entrepreneur.

"Bangsa Indonesia dijajah selama 360 tahun, sehingga dalam kurun waktu tersebut tidak ada pendidikan entrepreneurship," kata pria kelahiran Parigi, Sulawesi Tengah, 24 Agustus 1931 ini.

Oleh karena itu, ia mendesak pada pemerintah dan perguruan tinggi, agar segera menggalakkan pendidikan entreprebneurship untuk mengubah mentalitas bangsa dari mencari pekerjaan menjadi membuka pekerjaan.

Ia telah membuktikan hal ini dengan mendirikan tiga grup perusahaan yang sukses melampui tiga periode politik, yakni orde lama, orde baru, dan orde reformasi. Meskipun pada krisis moneter 1997, ketiga grup perusahaannya sempat menurun, tapi dengan jiwa entrepreneur yang dimilikinya ketiga perusahaan itu bangkit lagi.

"Dari tiga grup perusahaan itu, kini sembilan perusahaan sudah go public dan tahun depan depan dua perusahaan lagi siap go public," kata anak desa yang tidak dibesarkan di lingkungan pengusaha ini.

Padahal, alumnus Fakultas Teknis Arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) itu, ketika memulai karirnya di Jaya Grup, yakni perusahaan milik Pemerintah DKI Jakarta, hanya memiliki modal sebuah sepeda motor butut. Namun, ia dipercaya pemerintah DKI Jakarta untuk mengelola Jaya Grup dengan kebebasan dan kreativitasnya.

"Untuk membangun jiwa entrepreneur diperlukan, integritas, kreatif dan inovatif, bekerja keras dan disiplin, memiliki perhitungan yang matang, serta berani menempuh risiko," katanya.

Hal lain yang harus ditumbuhkannya, kata dia, adalah sikap optimisme dan berpikir positif.

"Kita harus yakin, bahwa kita mampu dan kita harus yakin Tuhan bersama kita," kata raja real estate Indonesia tersebut. [11/12/2007]

Senin, 03 Desember 2007

Hari Ini, Pemeriksaan Hashim Djojohadikusumo dilanjutkan

[Tempo Interaktif] - Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Solo, Selasa (4/12) ini masih akan meminta keterangan tambahan kepada pengusaha nasional Hashim Djojohadikusumo.

Pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan lanjutan yang dilakukan Poltabes setelah sehari sebelumnya Hashim dimintai keterangan selama delapan jam dalam kasus pencurian arca koleksi Museum Radya Pustaka. "Statusnya masih sebagai saksi," kata Kasat Reskrim Poltabes Solo, Syarif Rahman.

Menurut Syarif pemeriksaan terhadap Hashim yang dilakukan Senin (3/12) kemarin belum selesai. Deni Hermawan Pamungkas, kuasa hukum Hashim yang ikut mendampingi selama pemeriksaan, membenarkan.

Menurut Deni, saat penyidik mengakhiri pemeriksaan kemarin memang dikatakan masih ada beberapa pertanyaan lagi yang akan ditanyakan. "Kami nggak ngerti, padahal semua informasi sudah disampaikan," ujar Deni.

Deni memastikan Hashim tidak akan datang dalam pemeriksaan lanjutan tersebut. Menurutnya, Hashim dalam keadaan tidak sehat karena kelelahan setelah dihujani berbagai pertanyaan kemarin.

Deni akan mewakili Hashim menemui Poltabes agar pemeriksaan lanjutan itu diagendakan di waktu yang lain. "Kalau pun datang juga percuma karena saat pertanyaan pertama diajukan jawabannya tidak dalam kondisi sehat sehingga pemeriksaan tidak bisa dilanjutkan," katanya.

Hashim Senin (3/12) langsung terbang pulang ke Jakarta dengan pesawat pribadi dari Bandara Adi Sumarmo Solo. Dia mendapatkan kawalan ketat dari body guard-nya selama menjalani pemeriksaan. Hashim mengungkapkan kalau dirinya sebagai korban penipuan dalam kepemilikan lima arca kuno yang disimpan di rumahnya.

Namun polisi rupanya tidak percaya begitu saja dengan keterangan Hashim. Seorang penyidik mengatakan ada kejanggalan dari keterangan yang diberikan Hashim. Sayangnya tidak dijelaskan kejanggalan tersebut. [Selasa, 4 Des 2007]

Rabu, 14 November 2007

Putusan PN Kotabumi Lampung Soal Salim Group Kontroversial

[Antara News] - Kuasa hukum Salim Group, Perry Cornelius menilai putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Bumi Lampung Utara yang mengalahkan kliennya, Salim Group, dalam kasus perebutan aset melawan Sugar Group Companies (SGC) sangat kontradiktif. "MSSA (Master of Settlement Aquisition Agreement) disalahkan, tetapi SKL (Surat Keterangan Lunas) dibenarkan," ujarnya di Jakarta, Rabu.

Dalam persidangan dengan agenda putusan yang diketuai Hakim Sofyansyah dengan Hakim Anggota Budhy Hertantyo dan Salman Alfarasi, Senin (12/11), Majelis Hakim menyatakan Salim Group bersalah melanggar MSAA dalam kasus perebutan aset melawan Sugar Group Companies. Dalam amar putusan setebal 729 halaman yang dibacakan secara bergantian oleh ketiga anggota Majelis Hakim, hakim memenangkan sebagian gugatan pihak penggugat (SGC) terhadap Salim Group.

Menurut Perry Cornelius, dalam persidangan kasus perebutan aset tersebut, baik yang berlangsung di PN Kota Bumi maupun di PN Gunung Sugih, banyak hal yang kontroversial. Kalau di PN Kota Bumi, ujar Perry, pihaknya merasa bahwa putusan hakim yang mempersalahkan kliennya telah melanggar MSAA tetapi menetapkan SKL yang dikantongi berkekuatan hukum tetap, tidak ada logika hukumnya.

Karena menurut Perry, seharusnya para hakim itu mengetahui diterbitkannya SKL untuk Salim Group adalah perpanjangan dari MSAA. "Bagaimana mungkin SKL dikeluarkan sebelum melalui MSAA dan bagaimana mungkin SKL diakui berkekuatan hukum tetap sedang MSSA dikatakan dilanggar," kata Perry Cornelius.

Selain itu, menurut Perry, para hakim juga terlihat tergesa-gesa ingin menyelesaikan persidangan, sehingga ketika pihaknya merasa berkeberatan dengan putusan tidak diberi kesempatan dan hakim ketua langsung mengetuk palu.

Demikian pula halnya dengan kasus perebutan aset di PN Gunung Sugih, menurut Perry, dalam persidangan itu terjadi desenting opinion, ketika terjadi dua pendapat antara sesama hakim soal kasus tersebut. "Salah satu hakim dalam persidangan jelas mengatakan Salim Group tidak melanggar MSAA dan SKL serta punya kekuatan hukum tetap. Tetapi hakim lain mengatakan dilanggar," kata Perry.

Terhadap putusan hakim itu, Perry mengatakan akan naik banding atas putusan kontradiktif tersebut.(*)

Melibatkan Artha Graha Group, Polri Duga Ada Korupsi dalam Pengembangan Pulau Rempang

[Antara News] - Markas Besar (Mabes) Polri menduga ada unsur korupsi dalam pengembangan Pulau Rempang di Provinsi Riau, yang dilakukan Grup Artha Graha dan Pemerintah Kota Batam.

Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komjen Pol. Bambang Hendarso Danuri, di Jakarta, Rabu, mengatakan polisi sudah tiga bulan menyelidiki dugaan ada tindak pidana dalam pengembangan Pulau Rempang. Namun demikian, Bambang mengatakan Mabes Polri masih dalam tahap pengumpulan keterangan, termasuk dalam hal ini memeriksa bos Grup Artha Graha Tommy Winata.

Sementara Tommy Winata, usai diperiksa di Mabes Polri, mengatakan sejak penandatanganan nota kesepahaman dengan pemerintah Kota Batam terkait rencana pengembangan Pulau Rempang Tahun 2004, Artha Graha belum melakukan kegiatan apapun di pulau itu. "MoU itu belum terlaksana sampai sekarang," kata Tommy yang siang itu mengenakan setelan berwarna abu-abu.

Ia menyatakan, proyek pengembangan pulau itu terlambat direalisasikan karena ada hal-hal yang belum dilakukan pemerintah Kota Batam, namun dia tidak menyebut secara jelas mengenai hal itu. Tommy juga tidak keberatan jika nanti kesepakatan itu dibatalkan asal sesuai dengan aturan perundangan yang ada.

Ia juga membantah, kasus itu bergulir ke Mabes Polri karena ia memiliki "kewajiban yang belum dilaksanakan". "Kami belum dapat peringatan, tidak ada piutang maupun kewajiban kepada pihak lain," katanya. Oleh karena itu ia menyerahkan kepada polisi untuk mencari kebenaran terkait dengan masalah tersebut.

Ia juga menegaskan bahwa hingga kini, baik secara "de yure" dan "de facto", tidak memiliki atau menguasai tanah di Pulau rempang. "Semuanya masih rencana dan prosesnya terkatung-katung," demikian Tommy.(*)

Presiden: Bisnis "Kongkalikong" Sudah Selesai

[Antara News] - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, model bisnis di Tanah Air yang mengandalkan fasilitas dari penguasa dan berdasarkan prinsip "kongkalikong" sudah berakhir. "Model bisnis dengan berbasis fasilitas dari penguasa, bisnis berdasarkan prinsip "kongkalikong" sudah selesai," katanya ketika membuka Musyawarah Nasional VII Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) di Jakarta, Rabu.

Karena ternyata, Presiden melanjutkan, model bisnis seperti itu justru membuat dunia usaha tidak berkembang dengan baik, bahkan bisa menghasilkan krisis. Presiden yang didampingi Ibu Ani Yudhoyono mengatakan, dunia usaha Indonesia di tingkat global harus dilakukan secara lebih transparan dan akuntabel dengan menjalankan praktek bisnis yang baik.

Kepala Negara bersyukur bahwa dunia usaha kini sudah menyadari bahwa kesempatan usaha ada di mana-mana dan bisnis tidak hanya bisa dijalankan oleh pengusaha yang dekat dengan kekuasaan. Pemerintah, kata Presiden, membuka kesempatan seluasnya agar semua kalangan dunia usaha memiliki kesempatan yang sama.

Secara khusus Presiden berharap agar kaum perempuan Indonesia dapat lebih diberdayakan atau diperankan secara optimal dalam kegiatan dunia usaha. Untuk itu, Presiden mengajak IWAPI membangun kemitraan yang baik dengan pmerintah, baik di tingkat pusat dan daerah.

Di bagian akhir sambutannya, Presiden Yudhoyono mengajak kaum perempuan ikut mengambil langkah nyata menyelamatkan lingkungan. "Ajak diri kita dan lingkungan masyarakat untuk menjadi masyarakat yang hemat energi, seperti hemat listrik dan bahan bakar," katanya sambil meminta agar IWAPI juga ikut menyukseskan gerakan penanaman pohon yang akan dilakukan serentak pada 1 Desember mendsatang.

Hadir dalam acara tersebut antara lain Menko Kesra Aburizal Bakrie, Seskab Sudi Silalahi, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, salah seorang pendiri dan mantan Ketua Umum IWAPI Kemala Motik, dan Ketua Umum Kadin MS Hidayat.(*)

Sabtu, 10 November 2007

Mendukung Pemberantasan Illegal Logging Tanpa Pertemuan dengan Konglomerat Bermasalah

[Conglomerate Monitor Network] - Salah satu agenda utama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah pemberantarasan korupsi dan illegal logging. Semua yang bersalah harus diproses hukum dan jika bersalah, dihukum sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku. Tidak ada seorang pun yang kebal hukum di republik ini. Itulah poin terpenting yang disampaikan oleh Andi A. Mallarangeng, Juru Bicara Kepresidenan RI menanggapi surat pembaca kami dari Conglomerate Monitor Network (CMW) yang dimuat di media massa.

Tentu saja kami sependapat dan mendukung agenda utama pemerintahan SBY tersebut. Pada kesempatan ini kami juga mengajak masyarakat luas untuk mendukung agenda tersebut. Perlu kami sampaikan, bahwa sebelumnya kami menulis Surat Pembaca berdasarkan informasi bahwa sebelum Hari Raya Idul Fitri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan Sukanto Tanoto (pemilik Kelompok usaha Raja Garuda Mas).

Isi Surat Pembaca kami kurang lebih mempertanyakan mengapa Presiden SBY Bertemu dengan Konglomerat Bermasalah ? Soalnya sebuah media portal berita memuat informasi tersebut. Bahkan, Ketua DPR-RI Agung Laksono sampai sempat mengomentari hal tersebut dan dipublikasikan di media tersebut. Dengan tujuan agar masalah “pertemuan” tersebut tidak dipolitisasi oleh lawan-lawan politik SBY, waktu itu (dalam surat pembaca) kami meminta penjelasan Andi A Mallarangeng, sebagai juru bicara agar menjelaskan mengenai pertemuan tersebut.

Kami memuji langkah Andi A Mallarangeng yang sangat sigap dan responsive menanggapi Surat Pembaca kami yang dipublikasikan di media massa. Andi A Mallarangeng menjelaskan bahwa pertemuan yang disangkakan itu, yaitu antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Sukanto Tanoto, tidak pernah terjadi. “Sebenarnya saya sudah membantah hal ini dalam berbagai kesempatan, tapi mungkin Saudara Liem Poernama tidak sempat membacanya. Mudah-mudahan dengan penjelasan ini, isu tersebut menjadi jelas,” demikian disampaikan oleh Andi A Mallarangeng, dan kini persoalannya menjadi jelas.

Tentu saja, kami segenap jajaran Conglomerate Monitor Network (CMN) menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Andi A Mallarangeng yang mengklarifikasi Surat Pembaca kami, sehingga masyarakat memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Terima kasih. (*)

Selasa, 06 November 2007

Klarifikasi dari Juru Bicara Kepresidenan RI Andi A. Mallarangeng

Sehubungan dengan Surat Pembaca Liem Poernama, Koodinator Conglomerate Monitor Network (CMN) yang dimuat di Koran Tempo, Senin 5 November 2007 di halaman Pendapat (A11), maka Andi A. Mallarangeng, Juru Bicara Kepresidenan RI memberikan klarifikasi yang dimuat esok harinya di Koran Tempo, Selasa 6 November 2007 di halaman Pendapat (A11). Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Andi A Mallarangeng. Berikut ini adalah klarifikasi yang disampaikan, sesuai dengan yang dimuat Koran Tempo :

Terima kasih kepada Saudara Liem Pernama, Koordinator Conglomerate Monitor Network, Jakarta, yang menulis surat pembaca, yang intinya bertanya "Mengapa Presiden Bertemu Konglomerat Bermasalah ?" (Koran Tempo, 5 November 2007). Sayangnya Saudiara Liem Poernama sudah berasumsi bahwa bahwa pertemuan itu benar-benar terjadi sehingga meminta penjelasan secara detail tentang pertemuan tersebut dan mengapa pertemuan itu dilakukan. Dengan ini saya tegaskan bahwa pertemuan yang disangkakan itu, yaitu antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Saudara Sukanto Tanoto, tidak pernah terjadi.

Sebenarnya saya sudah membantah hal ini dalam berbagai kesempatan, tapi mungkin Saudara Liem Poernama tidak sempat membacanya. Mudah-mudahan dengan penjelasan ini, isu tersebut menjadi jelas.

Pemberantasan korupsi, illegal loggingm dan illegal fishing adalah salah satu agenda utama pemerintah Presiden Yudhoyono. Semua yang bersalah akan diproses secara hukum dan jika bersalah, dihukum sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku. Tidak ada seorang pun yang kebal hukum di republik ini - Andi A Mallarangeng, Juru Bicara Kepresidenan RI (Sumber : Koran Tempo, Selasa 6/11/2007, Halaman A11).

Kamis, 01 November 2007

Mengapa Presiden RI Bertemu Konglomerat Bermasalah ?

[Conglomerate Monitor Network/CMN] - Kami sungguh prihatin dan kecewa membaca berita dan informasi mengenai adanya pertemuan sebelum hari raya Idul Fitri yang baru lalu, antara Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan konglomerat bermasalah dari kelompok usaha Raja Garuda Mas (RGM) Group, yaitu Sukanto Tanoto. Dalam pandangan kami, tidak sepatutnya Presiden bertemu dengan konglomerat yang anak-anak perusahaannya sedang sibuk memadamkan masalahnya dengan hukum.

Seperti diberitakan media, dua perusahaan di lingkungan RGM Group kini sedang mengalami mega masalah yang terkait dengan hukum. Pertama, PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) sedang ditangani oleh Polda Riau dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tersangkut kasus illegal logging atau pembalakan liar, yang menurut Kapolda Riau Brigjen Sutjiptadi, selain merusak lingkungan juga merugikan keuangan negara.

Kedua, PT Asian Agri tersangkut kasus dugaan penggelapan pajak senilai Rp 1,3 triliun, kasusnya, kini sedang digarap oleh Ditjen Pajak dan Pusat Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK). Menurut Direktur Intelejen dan Penyidikan Ditjen Pajak Mochammad Tjiptardjo, setidaknya RGM harus mengembalikan uang negara Rp 6,5 triliun (termasuk denda).

Oleh sebab itu, kami sependapat dengan komentar Ketua DPR Agung Laksono di Rakyat Merdeka Dotcom, yang menyayangkan pertemuan tersebut. Menurut Agung, seharusnya Presiden SBY tidak bertemu dengan pengusaha bermasalah, alasannya, pertemuan tersebut menimbulkan kecurigaan di masyarakat. “Kenapa pertemuan harus dilakukan ? Sangat tidak etis, selaku kepala negara melakukan pertemuan seperti itu,” ujar Agung sambil meminta ke depan jangan melakukan kesalahan serupa.

Akan sangat bijaksana, jika Juru Bicara Presiden SBY yaitu Andi Mallarangeng dan Dino Patti Djalal dapat menjelaskan bersama-sama secara detail mengenai pertemuan tersebut, mengingat pimpinan lembaga tinggi negara DPR-RI sudah memberikan komentarnya. Bagaimana pun, pertemuan tersebut potensial mempersulit pengusutan terhadap dua kasus hukum yang sedang mencengkeram konglomerat tersebut.

Jika tidak, bisa dipastikan Presiden SBY akan menghadapi resiko politik yang lebih besar, karena kejadian seperti ini sangat gampang dipolitisasi oleh lawan-lawan politiknya. Mudah-mudahan, Juru Bicara Presiden SBY bisa menjernihkan masalah pertemuan dengan konglomerat bermasalah ini. Semoga -- Liem Poernama, Koordinator Conglomerate Monitor Network CMN. (Sumber : Surat Pembaca yang dimuat Koran Tempo, Senin 5/11/2007, Halaman A11).

Bahan informasi yang menjadi referensi atau bahan rujukan penulisan Surat Pembaca di atas adalah berita-berita yang dimuat di http://www.myrmnews.com -- portal berita Rakyat Merdeka Group, antara lain sebagai berikut :

Selasa, 30 Oktober 2007

Pemusatan Kepemilikan Lembaga Penyiaran Dikaji

[Tempo Interaktif] - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan mengkaji persoalan pemusatan kepemilikan yang terjadi di lembaga penyiaran swasta di Indonesia. Kajian ini sekaligus menanggapi somasi terbuka tentang persoalan yang sama dari Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI) pada Senin (29/10).

Anggota KPI, Izzul Muslimin, mengatakan KPI sudah membicarakan masalah ini dalam rapat internal. "Memang dalam Undang-Undang penyiaran, kepemilikan lembaga penyiaran itu dibatasi," kata Izzul di Jakarta kemarin. Tapi masalahnya tidak sederhana.

"Undang-undang penyiaran itu lahir ketika kondisi kepemilikan lembaga penyiaran yang sudah terpusat," kata Izzul. Selain itu status lembaga penyiaran swasta memang sudah menjadi perusahaan terbuka. "Saham mereka sudah ada yang dimiliki publik," kata Izzul.

Rencananya, kata dia, pekan ini KPI juga akan membahas persoalan ini dengan Departemen Komunikasi dan Informasi. KPI dan pemerintah tetap harus berhati-hati menyikapi persoalan ini. "Jangan sampai peraturan mematikan lembaga penyiaran," kata Izzul. (Rabu : 31/10/2007)

PPATK Bantah Soal Transaksi Eddy Tansil

[Sinar Harapan] - Ketua Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Junus Husein membantah adanya temuan pihaknya soal transaksi transfer uang yang dilakukan terpidana kasus korupsi Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) Eddy Tansil sebagaimana diungkapkan penyidik PPATK, Garda T Paripurna, akhir pekan lalu. Junus mengatakan transaksi itu tak pernah ada.

“Sebaliknya, yang 'dicium' PPATK adalah transaksi yang dilakukan kakak Eddy Tansil beberapa waktu lalu; almarhum Hendra Rahardja, yang asetnya sudah ditarik ke Tanah Air,” kata Yunus Husein ketika ditanyakan SH, saat ditemui di Gedung Departemen Hukum dan HAM (Dephukham), Selasa (30/10).

Yunus mengatakan apa yang diungkapkan Garda T Paripurna, penyidik PPATK, pada workshop dengan wartawan, akhir pekan lalu (27/12) soal transaksi Eddy Tansil, bukanlah realita. Menurut Yunus, yang dikatakan Garda adalah sebuah contoh kasus, bukan kenyataan.

Di kesempatan berbeda, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga berniat segera mengklarifikasi pengiriman sejumlah dana yang disebut-sebut dikirimkan oleh buron kasus korupsi Eddy Tansil dari Australia ke Indonesia pada tahun 2006 silam. "Sedang diklarifikasi dulu. PPATK itu kan sedang belajar telusuri aset. Itu lika-likunya panjang. Jadi masalah pengiriman itu kita baru telusuri.

Yang penting kan kalau hukum itu pembuktian," kata Jaksa Agung Hendarman Supandji ketika ditemui di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta, (29/10). Dalam upaya klarifikasi ini, lanjut Hendarman, asal-usulnya harus dicari dari mana. "Nanti kalau datanya sudah akurat pasti akan saya sampaikan. Lha wong masih koordinasi dengan PPATK, belum (selesai). Itu kan sifatnya harus tertutup," katanya.

Hal sama diutarakan oleh Ketua Tim Pemburu Koruptor yang juga Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin. Ia berharap, dari data ini, bisa didapat kepastian posisi buronan itu untuk ditangkap. Hingga saat ini, pihaknya belum menerima laporan secara resmi tentang adanya transfer uang tersebut dari PPATK. Jika ternyata transaksi itu berindikasi korupsi, kejaksaan juga tak segan menyitanya.

Sebelumnya, Garda T Paripurna, yang juga menjabat sebagai staf ahli di PPATK, mengatakan informasi transaksi Eddy Tansil, diketahui ketika pemerintah Australia menyampaikan bahwa Eddy Tansil yang jadi salah satu buron kasus korupsi yang paling dicari di Indonesia, ternyata pernah mentransfer uang sebanyak dua kali ke Indonesia. (Selasa : 30/10/2007)

Rabu, 24 Oktober 2007

Wakil Presiden: Waspadai Kesenjangan Ekonomi

[Tempo Interaktif] - Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta semua elemen masyarakat mewaspadai adanya kesenjangan ekonomi, karena kondisi ini bisa menimbulkan konflik horizontal. Menurut Kalla, untuk mencegah makin lebarnya kesenjangan itu, organisasi masyarakat harus mampu membina para kadernya agar memiliki jiwa wirausaha atau enterpreneurship, sehingga muncul para penggusaha-pengusaha mikro, kecil, dan menengah yang berhasil.

"Kita harus mengatur kesimbangan ekonomi dengan melakukan harmonisasi," kata Kalla saat silaturahmi dengan Ketua Umum Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi dan para kiai di Pondok Pesantren Al Hikam II di Depok, Selasa (23/10).

Kalla mencontohkan, disparitas ekonomi atau kesenjangan ekonomi saat ini bisa dilihat dari banyaknya orang yang tinggal di apartemen dan banyaknya pembangunan pusat-pusat pembelanjaan moderen. "Namun, di sisi lain banyak juga yang tinggal di pinggir sungai," kata dia.

Kalla bersedia memfasilitasi pertemuan antara kalangan pengusaha kecil dari Nahdatul Ulama atau organisasi massa lain dengan pihak perbankan untuk sama-sama memajukan usaha kecil ini. "Ini penting supaya usaha kecil juga maju dan mampu mengharmonisasi ketidakseimbangan ini," katanya.

Dahulu, kata Kalla, akibat ketidakseimbangan ekonomi ini muncul konflik yang merusak, bahkan sampai mengusir etnis tertentu. "Nanti konsepnya bisa seperti Grameen Bank (Bangladesh) atau organisasi membentuk lembaga pembiayaan. Pemerintah juga sudah bantu memutihkan utang 1000 usaha kecil menengah lebih, supaya mereka bisa usaha lagi," kata dia.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama Hasyim Muzadi menyatakan apa yang disarankan Wakil Presiden mulai dirintis para pengurus dan warga NU. Di Malang, kata dia, NU sudah mulai memfasilitasi pedagang pasar dengan memberikan pinjaman lunak. "Daripada mereka terjerat lintah darat," katanya.

Namun, kata Hasyim, perlu waktu untuk membuat sistem tersebut benar-benar berjalan dengan baik. Pengurus NU dan kader NU yang menangani hal ini perlu dibekali manajemen simpan pinjam dan ilmu perbankan yang lebih baik. "Para santri sedang dibekali ilmu manajemen dan akuntabilitas supaya pengelolaannya terkelola dengan baik," kata dia. (Selasa : 23/10/2007)

Senin, 22 Oktober 2007

87 Transaksi di Perusahaan Efek Terkait Pencucian Uang

[Antara] - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mensinyalir adanya 87 transaksi di perusahaan efek (PE) yang dicurigai terkait pencucian uang (money laundring). Jumlah tersebut masih dinilai sedikit dikarenakan jumlah pelapornya hanya 17 perusahaan efek.

"Jumlah ini masih terlalu sedikit, jika dibandingkan dengan total jumlah pelapor dan jumlah (suspicious transactions report/STR)," kata Kepala PPATK Yunus Husein di Jakarta, Senin.
Yunus mengatakan jumlah pelapor dari perusahaan efek hanya sekitar 9 persen dibandingkan total pelapor yang mencapai 188 instansi, sedangkan jika dilihat dari jumlah STR baru sekitar 0,77 persen dari total STR sebanyak 11.347 .

Menurut data PPATK per 30 September 2007 jumlah pelapor dari institusi perbankan mencapai 119 dengan jumlah STR mencapai 10.555, sedangkan
manajer investasi jumlah pelapornya sebanyak 3 instansi dengan jumlah STR sekitar 6.

Yunus tidak bersedia merinci mengenai ke-87 transaksi tersebut. Mengenai berapa persen dari total transaksi di pasar modal yang terkait money laundring, Yunus mengaku sulit untuk menghitungnya. "Memang ada money laundring yang masuk ke pasar modal, tetapi jumlahnya tidak bisa dikatakan, karena uangnya banyak yang berputar-putar," katanya.

Sementara untuk jumlah pedagang valas pelapornya mencapai 18 dengan 108 jumlah STR, instansi dana pensiun hanya 1 pelapor dengan 1 jumlah STR. Sedangkan jumlah pelapor lembaga pembiayaan mencapai 11 pelapor dengan 101 jumlah STR. Untuk asuransi jumlah pelapornya mencapai 19 pelapor dengan jumlah STR mencapai 489.

"Jadi kalau Perusahaan Efek jika dibandingkan dengan instansi lain seperti perbankan dan pedagang valas masih sedikit sekali,"ujarnya. Dia menambahkan masih sedikitnya laporan dari perusahaan efek tersebut, dikarenakan banyak perusahaan efek yang baru melapor jika terjadi kasus atau ketika diselidiki oleh pihak berwenang. "Jadi kalau ada kasus mereka baru lapor," katanya.

Yunus mengatakan masih banyak pihak di pasar modal yang kurang menyadari adanya money laundering di sektor pasar modal. "Ini terjadi karena adanya anggapan bahwa semua aliran uang sudah terfilter di perbankan, padahal semua orang harus mencurigai akan adanya money loundering," tambahnya.(*)

Jumat, 19 Oktober 2007

Toba Pulp Akan Diakuisisi Pinnacle

[Tempo Interaktif] - Pinnacle Limited berencana mengambil alih sebagian besar saham PT Toba Pulp Lestari Tbk. Perusahaan yang berkantor pusat di Kepulauan Seychelles ini mengajukan penawaran sekitar Rp 500 per saham.

Untuk memuluskan rencana tersebut, Pinnacle telah mengirimkan surat penawaran tender kepada manajemen Toba Pulp. "Surat dikirim dua hari yang lalu (pada 17 Oktober lalu)," kata Sekretaris Perusahaan Toba Pulp Mulia Nauli di Jakarta kemarin.

Vice President Corporate Affair Raja Garuda Mas Tjandra Putra membenarkan rencana akuisisi tersebut. "Pihak Raja Garuda Mas masih mengkaji tawaran dari Pinnacle itu," kata Tjandra kemarin.Rencana ini belum dilaporkan kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan atau kepada otoritas Bursa Efek Surabaya (BES). Toba Pulp mencatatkan sahamnya di BES sejak 18 Juni 1990. (*)

Orang Kaya Indonesia

[Media Indonesia] - JUMLAH orang kaya Indonesia meningkat pesat. Itu bukan ejekan atau bualan, melainkan hasil riset yang dilakukan Merrill dan Capgemini yang dilansir di Hong Kong, Selasa (16/10). Lebih mengagetkan, Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan jumlah orang kaya tertinggi ketiga (16,0%) di kawasan Asia-Pasifik setelah India (20,5%) di tempat kedua dan Singapura di tempat pertama (21,2%). Bahkan, pertumbuhan orang kaya Indonesia hampir dua kali pertumbuhan global yang hanya 8,3% dan juga kawasan yang cuma 8,6%.

Pertumbuhan orang kaya Indonesia itu fakta yang menggembirakan. Sebab, semakin banyak orang kaya dalam ukuran global kiranya juga indikasi kemajuan pada tataran nasional. Setidaknya, bertambah pula orang yang membayar pajak lebih besar lagi. Bangsa yang mampu menghasilkan orang kaya dalam standar dunia adalah bangsa yang menang bersaing. Dalam perspektif itu, tidak mengherankan jika orang kaya di kawasan ini paling banyak berada di Jepang, disusul China yang sepanjang 10 tahun terakhir merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi paling tinggi.

Maka, tidaklah mengagetkan bila pertumbuhan orang kaya paling pesat berada di Singapura dan India. Singapura negara paling efisien di dunia, penegakan hukumnya paling taat asas sehingga tetap menarik bagi investasi. India juga negara dengan kemajuan ekonomi yang sangat pesat bersama China.

Lalu, apa jawabannya sehingga Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan orang kaya paling tinggi ketiga di Asia-Pasifik setelah Singapura dan India? Hasil riset menunjukkan pertumbuhan kekayaan paling besar berasal dari investasi di realestat dan surat berharga yang berkaitan dengan industri properti. Hal itu kiranya juga yang terjadi di Indonesia.

Sektor properti Indonesia pada 2006 diperkirakan menyumbang 2,5% bagi pertumbuhan ekonomi yang mencapai sekitar 6%. Sebuah kontribusi signifikan. Sektor properti juga tergolong kelompok ekonomi padat karya yang memiliki efek berganda tinggi, yaitu melibatkan 114 kegiatan ekonomi, mulai dari industri hingga tukang gali dan warung tegal. Akan tetapi, industri properti Indonesia dewasa ini lebih berorientasi kepada kalangan menengah dan atas dengan membangun apartemen maupun rumah mewah serta menjamurnya pembangunan ruko dan mal.

Konsep pembangunan 1-3-6, yakni satu rumah mewah, disertai pembangunan tiga rumah menengah, dan enam rumah sederhana yang dicanangkan di zaman Pak Harto sekarang tidak lagi dipatuhi. Pembangunan rumah susun sederhana dan rumah sangat sederhana untuk kalangan berpendapatan rendah baru sampai pada tahap tekad. Sektor properti juga tidak bisa menjadi fondasi bagi pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan (sustainable). Fondasi itu harus disandarkan pada sektor riil yang masih bergerak sangat lamban.

Pertumbuhan orang kaya Indonesia meningkat pesat, tetapi itu bisa menjadi bumerang bila serentak dengan itu juga tercipta jurang kaya-miskin yang semakin lebar. Menjadi kaya adalah kesempatan yang terbuka bagi siapa pun dan negara memungut pajak darinya bagi kemaslahatan publik. Sebaliknya, memerangi kemiskinan tidak bisa dibiarkan menjadi urusan kedermawanan orang kaya, tetapi harus menjadi komitmen negara terhadap rakyatnya. Di situlah, realisasi janji kampanye politik harus selalu diingatkan dan ditagih. (*)

Selasa, 16 Oktober 2007

Hongkong Beri Akses Tarik Harta Koruptor : Target Utama Aset Hendra Rahardja

[Indo Pos] - Ada secercah harapan untuk menarik aset rakyat Indonesia yang dilarikan koruptor ke Hongkong. Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin mengungkapkan bahwa otoritas Hongkong sepakat membuka pintu hukum untuk mengambil alih harta para buron koruptor yang disimpan di bekas koloni Inggris itu. Target utamanya membawa pulang aset yang dilarikan buron terpidana kasus BLBI Hendra Rahardja USD 9,3 juta atau sekitar Rp 85 miliar. Penarikan aset itu baru bisa dilakukan setelah pemerintah RI dan Hongkong menandatangani perjanjian kerja sama timbal balik bidang hukum alias mutual legal assistance (MLA) pada 21-24 November mendatang.

Penandatanganan tersebut bersamaan dengan digelarnya pertemuan The 2nd Annual Conference and General Meeting of The International Association of Anti-Corruption Authorities (IAACA) di Nusa Dua, Denpasar. "Kami berharap dengan ditekennya MLA tersebut, ada dampak positifnya untuk pemulangan aset-aset buron di Hongkong," kata Muchtar saat ditemui kemarin.

Menurut Muchtar, draf MLA telah disepakati delegasi RI dan Hongkong. Mayoritas terkait dengan mekanisme kerja sama bantuan hukum untuk kepentingan hukum yang melibatkan dua negara. Muchtar menegaskan, pemerintah RI berkepentingan besar atas penandatanganan MLA. Sebab, itu menjadi dasar bagi kejaksaan untuk mengusut sekaligus memulangkan aset Hendra Rahardja yang dicurigai telah dialihkan dari Australia ke Hongkong. Aset tersebut diduga kuat terkait dengan kasus BLBI Bank Harapan Sentosa (BHS) yang merugikan negara Rp 1,95 triliun. "Mudah-mudahan dapat membantu kasus itu (pemulangan aset Hendra Rahardja)," jelas Muchtar yang juga ketua Tim Pemburu Koruptor (TPK).

Hendra sudah meninggal di Australia. Dia masih saudara dengan Edy Tansil, buron koruptor lain. Setelah MLA dengan Hongkong, lanjut Muchtar, pemerintah RI menjajaki penandatanganan MLA dengan Amerika Serikat (AS). "Saat ini sedang proses, tim interdep juga baru saja pulang dari sana (AS)," ungkap Muchtar. Di AS, tim gabungan dari Deplu dan Kejagung bertemu dengan otoritas bidang hukum AS untuk membicarakan poin-poin penting terkait dengan perjanjian MLA.

Menurut Muchtar, dari perjanjian MLA dengan AS, pemerintah RI berharap dapat menutupi kelemahan kerja sama bidang hukum karena belum adanya perjanjian ekstradisi. Salah satu target perjanjian MLA dengan AS, lanjut dia, adalah pemulangan aset milik terpidana kasus pembobolan Bank BNI Adrian Waworuntu USD 12,5 juta atau sekitar Rp 11 miliar yang berada di sebuah bank di Los Angeles. "Saya kira tidak hanya Adrian, banyak kasus-kasus lain yang membutuhkan MLA dengan negara tersebut (AS)," jelas Muchtar. (*)

Rabu, 10 Oktober 2007

Prajogo Pangestu Dilaporkan Serobot Tanah

[Jurnal Nasional] - Pengusaha Prajogo Pangestu dan Sukmawati Wijaya dilaporkan menyerobot tanah milik pengembang PT Bratakusuma di Komples Widya Chandra, Jakarta, Selatan, seluas 1.500 meter persegi. "Tanah tersebut secara sah milik PT Bratakusuma," kata kuasa hukum PT Bratakusuma, Arifin Singawidjaya, Selasa (9/10) seperti dilaporkan Antara.

Pada 1979 Prajogo membeli kavling 32B dan Sukmawati di Kavling 33 di kompleks tersebut (sekarang Jl. Widya Chandra V), namun sekitar tahun 1990, kata Arifin, Prajogo dan Sukmawati melakukan pemagaran pada lahan di depan kavling yang mereka beli tanpa seizin PT Bratakusuma. Telah berulangkali pihak Bratakusuma secara lisan memperingatkan agar meninggalkan dan mengosongkan tanah tersebut, namun tak diindahkan.

Akhirnya terhitung Juli 2007, PT Bratakusuma melakukan gugatan terhadap Prajogo dan Sukmawati ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sementara pengacara Prajogo, Berlin Pandiangan, mengatakan, sertifikat Bratakusuma atas tanah tersebut sudah mati sejak 1994 sehingga tanah dikuasai negara dan tanah itu adalah fasilitas umum.

Prajogo juga sudah pernah diperiksa sehubungan dengan kasus tersebut dan dikatakan bahwa tidak menguasai tanah tersebut. Menanggapi itu Arifin mengatakan, tanah diserobot sejak 1990 padahal sertifikat mati pada 1994 dan saat ini sedang dalam proses diperpanjang. Saat ini nilai tanah di kawasan tersebut sekitar Rp20-25 juta per meter persegi. (*)

Senin, 01 Oktober 2007

Penggelapan Pajak Asian Agri Rp 1 Triliun Lebih : Temuan penyidik pajak terhadap penggelapan Asian Agri makin

[Kontan] - Penyidik pajak terus mengejar dugaan penggelapan pajak di PT Asian Agri Grup (AAG), anak usaha Raja Garuda Mas milik konglomerat Sukanto Tanoto. Dari hasil pemeriksaan sementara, temuan kerugian negara terus membengkak. Kalau temuan awal hanya Rp 786,3 miliar, lalu meningkat menjadi Rp 984,4 miliar, dan yang terbaru angkanya melampaui Rp 1 triliun.

Bahkan, Direktur Penyelidikan dan Intelijen Direktorat Jenderal Pajak M.Tjiptardjo mengungkapkan, ada kemungkinan angka penggelapannya terus bertambah. Hingga kini penyidik pajak masih terus memeriksa lima petinggi Asian Agri yang sudah menjadi tersangka. "Alat bukti kami sudah cukup," kata Tjiptardjo, akhir pekan lalu kepada KONTAN.

Meski nilai kerugiannya makin besar dan sudah ada tersangkanya, Tjiptardjo enggan berspekulasi kasus ini bakal merembet dan menyeret Sukanto Tanoto. "Jangan menebaknebak,semuanya masih tergantung pada hasil penyelidikan," tambahnya. Namun ia tidak menampik bahwa jumlah tersangka dalam kasus ini akan terus bertambah.

Sekadar catatan, hingga pekan lalu, penyidik pajak telah memanggil 53 orang saksi dan 46 orang telah masuk di Berkas Acara Perkara (BAP) dan menetapkan lima tersangka. Hingga kini pemeriksaan masih terus berjalan, dan belum ada kepastian kapan akan selesai.

Dwiyanto Prihartono, Pengacara Asian Agri, mengaku minggu-minggu ini pemeriksaan akan berlanjut lagi dengan tiga orang saksi dari AAG. Namun ia merasa heran dan meragukan temuan penggelapan pajaknya hingga mencapai lebih dari Rp 1 triliun. "Saya heran, mengapa di perusahaan yang sama tapi angka kerugiannya terus membengkak. Meskipun, aparat pajaksah-sah saja menyatakannya, toh itu kan juga masih dugaan," tambahnya Ahad (30/9).

Rudi Victor Sinaga, Corporate Communication AAG mengaku perusahaannya ingin segera merampungkan masalah ini. Bila memang terbukti ada penggelapan pajak, Asian Agri siap bernegosiasi dan bersedia membayar kekurangan pajaknya. (*)

Selasa, 26 Juni 2007

Pra Penandatanganan Perjanjian Ekstradisi, Ruhut Ajak Konglomerat Hitam Kembalikan Yang Dikorup

[Berita Sore] - Ketua DPP Partai Demokrat membidangi Pencegahan, Pemberantasan Korupsi dan Kejahatan Ekonomi Ruhut Sitompul, SH, mengajak semua konglomerat hitam kembali ke pengakuan ibu pertiwi dan mengembalikan harta -harta yang dikoruptornya.

Para konglomerat hitam jangan merasa aman tetap di luar negeri, khususnya di Singapura sebab Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak akan diam memberantas korupsi. Ajakan agar konglomerat hitam kembali ke tanah air disampaikan Ruhut Sitompul sebagai juru bicara Partai Demokrat melalui saluran interlokal dari Den Haag, Belada menyongsong penandatanganan perjanjian ekstradisi antara RI dengan Republik Singapura oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 27 April 2007 di Bali.

Perjanjian ekstradisi RI dengan Singapura yang akan ditandatangani , kata Ruhut bukan hanya sekedar prestasi, tetapi bukti keseriusan Presiden SBY mengutamakan penegakkan hukum dalam melaksanakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. “Ini terobosan yang spektakuler yang selama ini menjadi agenda utama presiden guna mendorong Singapura melakukan negosiasi ekstradisi,” tandas Ruhut.

Dia melihat kerja keras yang penuh kesabaran dan ketekunan, serta keseriusan SBY yang tidak tebang pilih dimana semua orang yag tersangkut tindak pidana korupsi diproses sesuai hukum yang berlaku. Apa lagi, banyak mantan-mantan menteri yang sudah masuk bui akibat tindak pidana korupsi. “Kinerja yang tidak tebang pilih itu berhasil meyakinkan Singapura agar menandatangani Perjanjian Ekstradisi yang bersifat bilateral tersebut,” ujarnya.

Ruhut yang juga pengacara ini tidak dapat menyembunyikan rasa puasnya dengan adanya kesepakatan untuk menandatangani perjanjian ektradisi itu. Apa lagi, Para pelanggar hukum di Indonesia terutama para koruptor, obligor macet kelas kakap, dan pelaku money laundry disinyalir bersembunyi di Singapura Disamping para koruptor tidak bisa lagi menyembunyikan harta-hartanya di Singapura, para pelaku hukum tidak lagi memiliki alasan, kesulitan untuk menyeret para koruptor ke Indonesia dan membawanya ke meja hijau. “Kini pintu bagi penegakan hukum sudah terbuka lebar dan tidak ada hambatan lagi,” kata Ruhut Sitompul Pengurus Dewan Pimpinan Pusat, yang sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) DKI, Jakarta, Haposan Hutagalung, SH mengatakan kelegaan atas segera berlangsungnya penandatangan perjanjian ekstradisi RI dengan Republik Singapura. Â

Kesepakatan yang sudah lama diperjuangkan ini akan menjadi alat dan wahana untuk penegakan hukum, guna menyeret para pelanggar hukum serta pelaku kejahatan yang bersembunyi di Singapura. Menurut Haposan dalam perjanjian ekstradisi itu poin-poin yang penting dipertajam adalah jenis -jenis kejahatan, seperti kejahatan ekonomi.

“Yang penting buat kita adalah bagaimana memaksa kembali para koruptor BLBI dan illegal logging,” tandasnya.

Dia juga mengingatkan, jika para koruptor sudah dapat diboyong ke Indonesia, para pelaku koruptor itu tidak boleh diperlakukan sewenan-wenang, seolah-olah balas dendam. Mereka harus kita perlakukan sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar Haposan Hutagalung.

Senin, 16 April 2007

Konglomerat Hitam Kuasai Istana

[Website MPR] - Sejumlah tokoh secara terbuka mengkritik sikap istana dalam memberantas korupsi. Presiden SBY dinilai masih bersifat tebang pilih karena hanya berani menjangkau praktik korupsi kelas teri. Sementara karpet merah digelar lebar-lebar bagi konglomerat hitam untuk leluasa masuk Istana Negara.

Kritik itu diungkapkan aliansi masyarakat antikorupsi yang dimotori Ketua MPR Hidayat Nurwahid dan ekonom Faisal Basri. Kedua tokoh itu kemarin memberi seruan di Hotel Sultan Jakarta. “Kekuasaan konglomerat hitam itu telah melampaui otoritas lembaga demokrasi,” ujar Faisal. Partai politik dan aparat penegak hukum, katanya, telah mampu didikte dan dikendalikan oleh mereka. “Politisi (baik di legislatif maupun eksekutif, Red) telah menjadi boneka, dan mereka yang memainkan,” tambah Sekjen PAN itu. Saat itu hadir intelektual Frans Magniz Suseno, Direktur YLBHI Patra Zen, dan Ismed Hasan Putro (LSM).

Sejumlah tokoh juga memberikan tanda tangan. Mereka, antara lain, Syafii Ma’arif (mantan ketua PP Muhammadiyah), Hasyim Muzadi (ketum PB NU), Ichlasul Amal (ketua Dewan Pers), Hotman Siahaan (Unair), Denny Indrayana (UGM), dan Fikar Eda. Menurut Faisal, kekuatan konglomerat hitam kini telah menguasai pemerintah. Dia mencontohkan kasus korupsi Anthony Salim yang merugikan negara hingga ratusan triliun itu sebagai bentuk ketidakberdayaan pemerintah. Padahal, ujarnya, kalau dana korupsi Anthony Salim dalam kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mencapai Rp 125 triliun bisa dikembalikan, itu bisa menutup defisit APBN 2006 yang menyentuh Rp 60 triliun. “Banyak ketidakadilan hukum terjadi,” katanya.

Ekonom UI itu juga melihat kekuatan konglomerat hitam telah mengendalikan istana. “Bahkan, kekuatan mereka telah menentukan masa depan kita dengan merumuskan Visi 2030 yang tidak rasional itu,” katanya. Mana mungkin pendapatan per kapita yang sekarang USD 1.600 disulap menjadi USD 18.000 pada 2030. “Nggak ada sejarahnya perubahan secepat itu,” tambahnya. Dia berharap penegakan korupsi dilakukan secara konsisten, dengan memisahkan aparat pemberantasan korupsi dari lingkaran kekuasaan. “KPK harus pisah dari istana, karena istana juga bagian dari target pemberantasan korupsi,” katanya.

Ketua MPR Hidayat Nurwahid mengatakan, asas ketidakadilan hukum memang tengah berjalan di negeri ini. “Kalau koruptor miliaran saja ditindak, seharusnya koruptor triliunan rupiah juga ditindak tegas,” ujarnya kemarin. Karena itu, dia mendesak pemerintah untuk tegas bersikap terhadap kekeliruan itu. “Kalau pemerintah berani, tentu masyarakat akan lebih berterima kasih,” jelasnya. Pakar filsafat Prof Franz Magnis Suseno mengaku prihatin dengan mengguritanya penyakit korupsi bangsa ini. “Korupsi merupakan tangga kematian bagi solidaritas sosial, yang juga mematikan asas keadilan sosial,” katanya. Romo Magnis, sapaan akrabnya, mendesak pemerintah untuk tidak kongkalikong dengan para koruptor, baik kelas teri maupun kakap, untuk menghadirkan kepastian hukum yang selama ini terenggut.

Rabu, 04 April 2007

Konglomerat Hitam Kuasai Istana

[Indopos] - Sejumlah tokoh secara terbuka mengkritik sikap istana dalam memberantas korupsi. Presiden SBY dinilai masih bersifat tebang pilih karena hanya berani menjangkau praktik korupsi kelas teri. Sementara karpet merah digelar lebar-lebar bagi konglomerat hitam untuk leluasa masuk Istana Negara.

Kritik itu diungkapkan aliansi masyarakat antikorupsi yang dimotori Ketua MPR Hidayat Nurwahid dan ekonom Faisal Basri. Kedua tokoh itu kemarin memberi seruan di Hotel Sultan Jakarta. “Kekuasaan konglomerat hitam itu telah melampaui otoritas lembaga demokrasi,” ujar Faisal. Partai politik dan aparat penegak hukum, katanya, telah mampu didikte dan dikendalikan oleh mereka. “Politisi (baik di legislatif maupun eksekutif, Red) telah menjadi boneka, dan mereka yang memainkan,” tambah Sekjen PAN itu.


Saat itu hadir intelektual Frans Magniz Suseno, Direktur YLBHI Patra Zen, dan Ismed Hasan Putro (LSM). Sejumlah tokoh juga memberikan tanda tangan. Mereka, antara lain, Syafii Ma’arif (mantan ketua PP Muhammadiyah), Hasyim Muzadi (ketum PB NU), Ichlasul Amal (ketua Dewan Pers), Hotman Siahaan (Unair), Denny Indrayana (UGM), dan Fikar Eda. Menurut Faisal, kekuatan konglomerat hitam kini telah menguasai pemerintah. Dia mencontohkan kasus korupsi Anthony Salim yang merugikan negara hingga ratusan triliun itu sebagai bentuk ketidakberdayaan pemerintah. Padahal, ujarnya, kalau dana korupsi Anthony Salim dalam kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mencapai Rp 125 triliun bisa dikembalikan, itu bisa menutup defisit APBN 2006 yang menyentuh Rp 60 triliun. “Banyak ketidakadilan hukum terjadi,” katanya.

Ekonom UI itu juga melihat kekuatan konglomerat hitam telah mengendalikan istana. “Bahkan, kekuatan mereka telah menentukan masa depan kita dengan merumuskan Visi 2030 yang tidak rasional itu,” katanya. Mana mungkin pendapatan per kapita yang sekarang USD 1.600 disulap menjadi USD 18.000 pada 2030. “Nggak ada sejarahnya perubahan secepat itu,” tambahnya. Dia berharap penegakan korupsi dilakukan secara konsisten, dengan memisahkan aparat pemberantasan korupsi dari lingkaran kekuasaan.

“KPK harus pisah dari istana, karena istana juga bagian dari target pemberantasan korupsi,” katanya. Ketua MPR Hidayat Nurwahid mengatakan, asas ketidakadilan hukum memang tengah berjalan di negeri ini. “Kalau koruptor miliaran saja ditindak, seharusnya koruptor triliunan rupiah juga ditindak tegas,” ujarnya kemarin. Karena itu, dia mendesak pemerintah untuk tegas bersikap terhadap kekeliruan itu. “Kalau pemerintah berani, tentu masyarakat akan lebih berterima kasih,” jelasnya. Pakar filsafat Prof Franz Magnis Suseno mengaku prihatin dengan mengguritanya penyakit korupsi bangsa ini. “Korupsi merupakan tangga kematian bagi solidaritas sosial, yang juga mematikan asas keadilan sosial,” katanya. Romo Magnis, sapaan akrabnya, mendesak pemerintah untuk tidak kongkalikong dengan para koruptor, baik kelas teri maupun kakap, untuk menghadirkan kepastian hukum yang selama ini terenggut.

Selasa, 06 Maret 2007

Catatan atas kasus pajak Makindo

[Info Pajak] - Kasus tagihan pajak atas PT Makindo Tbk senilai Rp494 miliar bisa menjadi contoh menarik bagaimana sistem administrasi perpajakan di Indonesia dijalankan. Kasus seperti ini sangat mungkin juga terjadi pada wajib pajak lainnya.

Yang membedakan hanya skalanya, ada yang kena tagihan dalam jumlah sangat besar, ada yang relatif kecil. Wajib Pajak belum tentu bisa tidur nyenyak meski masa kedaluwarsa hampir terlampaui.

Ini yang menimpa Makindo. Surat ketetapan pajak (SKP) terbit pada 30 Oktober 2006. Jika SKP ini tidak terbit, maka surat pemberitahuan tahunan yang disampaikan Makindo menjadi pasti pada akhir Desember 2006. Namun Dewi Fortuna tampaknya tak bersama Gunawan Yusuf, presdir Makindo.

Lima catatan

Kembali ke kasus Makindo. Berdasarkan penjelasan manajemen Makindo kepada kepada PT Bursa Efek Surabaya maupun isi surat ketetapan pajak yang dikeluarkan Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa paling tidak ada lima hal yang menarik untuk dibahas atau didiskusikan.

Pertama, soal kedaluwarsa. Dalam penjelasannya, Makindo menyatakan tagihan tersebut dikenakan untuk tahun buku 1996 yang sudah berselang 10 tahun lebih.

Dalam pembahasan RUU Pajak yang tengah berlangsung di DPR, batas kedaluwarsa diperpendek menjadi lima tahun. Sehingga jika UU ini kelak diberlakukan mulai 1 Januari 2008, maka surat pemberitahuan pajak untuk tahun pajak 2008 akan menjadi lampau pada 1 Januari 2014. Tapi untuk tahun pajak 2007, menjadi kedaluwarsa pada 1 Januari 2018. Sebab kewajiban pajak 2007 masih mengikuti UU Pajak 2000 yang masa kedaluwarsanya 10 tahun.

Untuk membahas poin ini, ada baiknya kita lihat bagaimana bunyi pasal dalam UU perpajakan. Pasal 13 angka (4) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan: Besarnya pajak terutang yang diberitahukan oleh wajib pajak dalam surat pemberitahuan (SPT) menjadi pasti...., apabila dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, tidak diterbitkan surat ketetapan pajak.

Makindo mendapat SKP kurang bayar pada 31 Oktober 2006 dan jatuh tempo pembayaran adalah 30 November 2006. Jangka waktu kedaluwarsa dihitung sesudah berakhirnya tahun pajak. Sehingga argo mulai jalan per 1 Januari 1997 [bukan 1 Januari 1996]. Jika ditarik ke 10 tahun kemudian maka batas kedaluwarsa adalah 31 Desember 2006.

Artinya, penetapan SKP atas Makindo ini memang sudah masuk injury time, tapi masih dalam jangka waktu 10 tahun. Secara formal penerbitan SKP tersebut tetap sah.

Kedua, Makindo menyatakan SKP tersebut bukan keputusan final, tapi masih dalam proses. Penjelasan ini benar adanya. WP mempunyai hak untuk mengajukan keberatan ke Ditjen Pajak dalam jangka waktu tiga bulan sejak SKP diterbitkan. Ditjen Pajak sendiri harus memberi keputusan atas keberatan itu paling lambat 12 bulan.

Ditjen Pajak kabarnya akan mempercepat proses keberatan tersebut. Pekan lalu Dirjen Pajak Darmin Nasution dan jajarannya sibuk membahas permohonan keberatan Makindo ini. Kita lihat nanti, bagaimana keputusan Dirjen Pajak atas keberatan Makindo.

Dalam banyak kasus, Ditjen Pajak cenderung mempertahankan SKP yang dibuat oleh anak buahnya. Ada spirit kesatuan yang tidak bisa luntur begitu saja. Jadi meski ada koreksi, baik atas pokok utang pajak maupun sanksinya, biasanya tidak terlalu signifkan.

Jika Makindo bisa meyakinkan kantor pajak bahwa penetapan pajak tersebut salah, tentu tidak tertutup kemungkinan akan dilakukan koreksi atas utang dan sanksi tersebut.

Misalnya, Makindo harus bisa menunjukkan bukti-bukti yang memadai bahwa sejumlah private placement-yang oleh kantor pajak diklaim sebagai pendapatan Makindo-adalah salah.

Tapi jika bukti-bukti tidak cukup, bisa jadi Makindo hanya bisa menikmati pengurangan yang tidak terlalu besar.

Berarti Makindo harus siap tempur di Pengadilan Pajak. WP memang didorong untuk maju ke Pengadilan Pajak dan jika perlu ke Mahkamah Agung untuk mengajukan peninjauan kembali (PK).

Bahkan ada satu Dirjen Pajak di masa lalu yang selalu menolak keberatan yang diajukan WP karena merasa conflict of interest.

Kala itu, kebijakan seperti ini, tidak masalah karena banding ke Majelis Pertimbangan Pajak (cikal bakal Peradilan Pajak) tidak ada kewajiban membayar sebagian atau seluruh utang pajak. Sehingga WP juga tidak masalah mengajukan banding, apalagi di MPP ada perwakilan Kadin yang biasanya menjadi pelindung dunia usaha.

Surat paksa

Kembali ke masalah SKP Makindo. Meski SKP ini sifatnya belum final, manajemen Makindo perlu memerhatikan surat paksa yang diterbitkan kantor pajak. Surat paksa adalah sarana bagi petugas pajak untuk melakukan penagihan seketika dan sekaligus.

Yang istimewa dari surat paksa adalah kedudukannya yang setara dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan mempunyai kekuatan eksekutorial. Setara putusan kasasi Mahkamah Agung.

Ketiga, soal tax clearance atau surat keterangan fiskal (SKF). Selembar surat ini dulu menjadi salah satu syarat bagi perusahaan yang akan masuk bursa.

Kini kewajiban memperoleh SKF sudah dicabut oleh Darmin Nasution, setelah mantan ketua Bapepam itu duduk sebagai Dirjen Pajak.

Namun SKF bukan surat ketetapan pajak. Selembar kertas yang dikeluarkan oleh kantor pajak ini hanya menyebutkan bahwa perusahaan dalam status tidak punya utang pajak (berdasarkan SKP atau surat tagihan pajak) dan tidak dalam proses penyidikan karena dugaan tindak pidana pajak.

SKF sama sekali tidak mempunyai nilai hukum apa-apa di mata undang-undang pajak maupun undang-undang pasar modal.

Dengan demikian, apakah penerbitan SKF tidak menghilangkan hak fiskus untuk memeriksa pemenuhan kewajiban perpajakan WP dan menetapkan pajak terutang beserta denda dan sanksinya.

Keempat, kepentingan umum dan kepentingan negara. Di banyak negara, termasuk Indonesia, utang pajak mempunyai hak mendahului dibandingkan utang lainnya.

Pasal 21 UU KUP menyatakan negara mempunyai hak mendahului untuk tagihan pajak, yang mencakup pokok pajak, sanksi administrasi, denda, kenaikan dan biaya penagihan. Hak mendahulu ini hilang setelah melampaui dua tahun.

Dengan demikian siapapun di negara ini-apalagi aparat negara-seharusnya mempunyai tanggung jawab untuk mengedepankan kepentingan negara.

Namun bila melihat pernyataan pejabat Bapepam-LK menyangkut kasus tagihan pajak Makindo ini, rasanya hak mendahului atas tagihan pajak kurang dipahami.

Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany kepada Bisnis menyatakan rencana go private Makindo tidak berarti perusahaan terlepas dari kewajiban pajaknya dan itu bukan kompetensi lembaga itu untuk membicarakan apakah mereka masih punya tunggakan pajak atau tidak.

Bapepam-LK, menurut dia, tidak bisa menggunakan alasan itu [tunggakan pajak] untuk menolak go private Makindo.

Lembaga ini tetap menyetujui rencana Makindo go private karena dinilai telah memenuhi persyaratan administratif dan menaati prosedur keluar dari bursa.

Pernyataan seperti ini jelas mengundang tanda tanya. Apalagi Bapepam-LK dan Ditjen Pajak yang sama-sama dalam asuhan Departemen Keuangan.

Bila ditarik ke belakang, misalnya dalam kasus Energi Mega Persada, Fuad melarang rencana spin off Lapindo Brantas dengan alasan untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas atas melindungi kepentingan publik.

Jika kepentingan publik saja harus dilindungi, bagaimana soal utang pajak Makindo-yang di dalamnya ada hak negara-dijawab "bukan kompetensi kami untuk membicarakannya." Apakah kepentingan negara di bawah kepentingan publik?

Terakhir, soal NPWP Gunawan Yusuf. Gunawan disidik aparat pajak berdasarkan surat perintah penyidikan No. Prin-02-Dik/PJ.701/2003 tanggal 6 Maret 2003. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dikirim oleh Direktur P4 Ditjen Pajak kepada Jaksa Agung melalui Kabid Korwas PPNS Bareskrim, Polri pada 7 Maret 2003.

Sebelumnya sumber Bisnis di Ditjen Pajak menyebutkan penyidikan terhadap Gunawan dihentikan karena dia sudah mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Namun, keterangan tersebut dibantah seorang pejabat senior di Ditjen Pajak. Dia menyatakan penyidikan tersebut tidak mungkin dihentikan kecuali ada permintaan dari Menteri Keuangan seperti diatur dalam Pasal 44B UU KUP.

Penyidikan, kata dia, tidak menghasilkan surat ketetapan pajak, melainkan berkas penuntutan perkara jika oleh kejaksaan atau kepolisian dianggap sudah lengkap (P21).

"Bisa jadi penyidikan tersebut berjalan lambat, tapi bukan berarti dihentikan. NPWP atas nama Gunawan Yusuf terbit setelah penyidikan berjalan. Artinya, Ditjen Pajak bisa menggunakan pasal pidana perpajakan seperti diatur Pasal 39 UU KUP," kata sumber ini.

Ditjen Pajak kabarnya menetapkan nilai kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp6 miliar.

Namun, angka ini belum pasti karena para penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) masih terus mengumpulkan bukti-bukti.

Selasa, 27 Februari 2007

Gunawan Yusuf: Tunggakan Pajak Makindo Nihil

[Republika] - Makindo mengaku telah menyelesaikan semua kewajiban pajaknya. Hal itu ditegaskan Dirut Makindo, Gunawan Yusuf, dalam laporan keterbukaan informasi yang dikirimkannya ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) kemarin.

Dalam laporan tersebut, Gunawan Jusuf menjelaskan, perseroan menerima tax clearance dari Dirjen Pajak pada 1997 silam. Berdasarkan surat itu, tagihan pajak pada 1996 dan tahun sebelumnya, nihil.

Laporan keuangan Makindo tahun buku 1996 menyebutkan, PPh badan yang harus dibayar besarnya Rp 11,443 miliar. ''Dan kewajiban itu sudah selesai,'' kata Gunawan.

Laporan itu juga melampirkan Surat Keterangan Fiskal (SKF) tertanggal 23 Juni 1997. SKF itu menyebutkan bahwa tidak ada tunggakan PPh sampai surat dibuat.

Terkait tagihan pajak itu, kuasa hukum Makindo, Hotman Paris Hutapea, menyatakan, pihaknya secara resmi telah melayangkan surat ke Dirjen Pajak. ''Tapi belum ada jawaban dari Dirjen Pajak,'' kata Hotman, Senin. Semua kewajiban Makindo sudah diselesaikan, sehingga kliennya itu tidak memiliki tunggakan sejak 10 tahun lalu. Keringanan pajak pada 1997 lalu, diberikan sesuai dengan hasil pemeriksaan.

Jika masih ada kewajiban pajak dari pihak atau badan tertentu, menurut Hotman, semestinya dialamatkan langsung ke pihak bersangkutan. Sementara, tagihan pajak yang ditujukan ke Makindo sudah melampaui batas waktu karena 10 tahun lalu.

Sebelumnya, seperti dikutip Bisnis Indonesia, Ditjen Pajak telah menerbitkan surat paksa kepada PT Makindo Tbk. Surat ini sebagai bentuk penagihan aktif atas utang pajak Makindo senilai hampir Rp 500 miliar. ''Surat paksa sudah diterbitkan beberapa waktu lalu,'' kata Kepala Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB), Yoyok Satiotomo, kepada Bisnis.

Makindo menunggak pajak sebesar Rp 494,06 miliar. Tunggakan pajak ini seharusnya dibayarkan paling lambat 30 November 2006. (Bisnis, 23 Februari 2007).

Jumat, 23 Februari 2007

Makindo dililit pajak Rp494 miliar

[Info Pajak] - PT Makindo Tbk menunggak pajak senilai total Rp494,06 miliar yang seharusnya dibayarkan paling lambat 30 November 2006, sementara otoritas pasar modal menegaskan realisasi go private tidak menghapuskan kewajiban emiten itu.

Utang pajak itu diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa pada 31 Oktober 2006 berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan untuk tahun pajak 1996. Tagihan pajak tersebut meliputi pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp358,57 miliar, pajak pertambahan nilai Rp119,25 miliar, surat tagihan PPN Rp16,11 miliar, PPh Pasal 21 Rp66,07 juta, dan PPh Pasal 23 Rp68,92 juta

Tagihan PPh badan itu berasal dari perhitungan penghasilan bersih Makindo sebesar Rp859,29 miliar, penghasilan kena pajak Rp859,29 miliar, sehingga pajak penghasilan yang terutang Rp257,77 miliar ditambah sanksi administrasi Rp116,29 miliar. Dalam laporan itu, Makindo baru membayar Rp15,5 miliar yang berasal dari PPh Pasal 25 sebesar Rp4,05 miliar dan PPh pasal 29 sebesar Rp11,44 miliar.

Dalam SKPKB PPN, menurut perhitungan KPP Perusahaan Masuk Bursa, terlihat perbedaan yang nyata antara perhitungan yang dibuat Makindo dan kantor pajak. Misalnya dasar pengenaan pajak yang dilaporkan emiten sebesar Rp78,47 miliar, sementara kantor pajak menetapkan Rp884,08 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan Makindo per September 2006, disebutkan utang pajak yang harus dibayarkan perseroan mencapai Rp219,13 juta. Jumlah ini turun dibandingkan dengan periode yang sama 2006, yaitu Rp1,68 miliar.

Bisnis berusaha menghubungi Dirut Makindo Gunawan Jusuf untuk meminta konfirmasinya. Namun, telepon seluler Gunawan yang dihubungi sejak Selasa malam belum tersambung. Bahkan pesan singkat yang dikirimkan ke telepon tersebut juga tidak dibalas.

Pada Rabu dan Kamis, Bisnis mendatangi kantor Makindo di Wisma GKBI guna mendapatkan tanggapan seputar tunggakan pajak tersebut. Namun, menurut sekretaris dirut Makindo dan sekretaris perusahaan sedang bertugas di luar kota. Sekretaris itu berjanji menghubungi redaksi harian ini, tetapi hingga berita ini diturunkan, Makindo belum memberikan penjelasan secara resmi.

Dijerat sanksi

Bapepam-LK memastikan Makindo tetap dijerat sanksi jika perseroan itu terbukti melanggar ketentuan pasar modal, meski nanti berstatus sebagai perusahaan tertutup. "Mereka masih bisa ditindak kalau memang di masa mendatang ada temuan baru mengenai pelanggaran peraturan pasar modal ketika masih berstatus terbuka," tuturnya kepada Bisnis, Rabu.

Menyangkut dugaan tunggakan pajak, Fuad menjelaskan hal itu bukan wewenang Bapepam-LK, tetapi Ditjen Pajak. Bapepam-LK, jelas dia, tidak bisa menggunakan alasan itu untuk menolak go private Makindo.

Dia mengatakan berdasarkan laporan resmi yang disampaikan manajemen Makindo, keputusan go private disetujui dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) dan tidak ada penolakan dari pemegang saham minoritas.

"Menurut laporan mereka, tidak ada penolakan pemegang saham minoritas menyangkut persetujuan go private. Namun, kami akan melihat lagi jika nanti ada laporan baru," tutur Fuad.

Direktur Pencatatan BEJ Eddy Sugito mengatakan tunggakan pajak itu seharusnya dilaporkan sebagai keterbukaan informasi kepada bursa. Namun, hingga kini BEJ belum menerima pemberitahuan tersebut.