Rabu, 14 November 2007

Putusan PN Kotabumi Lampung Soal Salim Group Kontroversial

[Antara News] - Kuasa hukum Salim Group, Perry Cornelius menilai putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Bumi Lampung Utara yang mengalahkan kliennya, Salim Group, dalam kasus perebutan aset melawan Sugar Group Companies (SGC) sangat kontradiktif. "MSSA (Master of Settlement Aquisition Agreement) disalahkan, tetapi SKL (Surat Keterangan Lunas) dibenarkan," ujarnya di Jakarta, Rabu.

Dalam persidangan dengan agenda putusan yang diketuai Hakim Sofyansyah dengan Hakim Anggota Budhy Hertantyo dan Salman Alfarasi, Senin (12/11), Majelis Hakim menyatakan Salim Group bersalah melanggar MSAA dalam kasus perebutan aset melawan Sugar Group Companies. Dalam amar putusan setebal 729 halaman yang dibacakan secara bergantian oleh ketiga anggota Majelis Hakim, hakim memenangkan sebagian gugatan pihak penggugat (SGC) terhadap Salim Group.

Menurut Perry Cornelius, dalam persidangan kasus perebutan aset tersebut, baik yang berlangsung di PN Kota Bumi maupun di PN Gunung Sugih, banyak hal yang kontroversial. Kalau di PN Kota Bumi, ujar Perry, pihaknya merasa bahwa putusan hakim yang mempersalahkan kliennya telah melanggar MSAA tetapi menetapkan SKL yang dikantongi berkekuatan hukum tetap, tidak ada logika hukumnya.

Karena menurut Perry, seharusnya para hakim itu mengetahui diterbitkannya SKL untuk Salim Group adalah perpanjangan dari MSAA. "Bagaimana mungkin SKL dikeluarkan sebelum melalui MSAA dan bagaimana mungkin SKL diakui berkekuatan hukum tetap sedang MSSA dikatakan dilanggar," kata Perry Cornelius.

Selain itu, menurut Perry, para hakim juga terlihat tergesa-gesa ingin menyelesaikan persidangan, sehingga ketika pihaknya merasa berkeberatan dengan putusan tidak diberi kesempatan dan hakim ketua langsung mengetuk palu.

Demikian pula halnya dengan kasus perebutan aset di PN Gunung Sugih, menurut Perry, dalam persidangan itu terjadi desenting opinion, ketika terjadi dua pendapat antara sesama hakim soal kasus tersebut. "Salah satu hakim dalam persidangan jelas mengatakan Salim Group tidak melanggar MSAA dan SKL serta punya kekuatan hukum tetap. Tetapi hakim lain mengatakan dilanggar," kata Perry.

Terhadap putusan hakim itu, Perry mengatakan akan naik banding atas putusan kontradiktif tersebut.(*)

Melibatkan Artha Graha Group, Polri Duga Ada Korupsi dalam Pengembangan Pulau Rempang

[Antara News] - Markas Besar (Mabes) Polri menduga ada unsur korupsi dalam pengembangan Pulau Rempang di Provinsi Riau, yang dilakukan Grup Artha Graha dan Pemerintah Kota Batam.

Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komjen Pol. Bambang Hendarso Danuri, di Jakarta, Rabu, mengatakan polisi sudah tiga bulan menyelidiki dugaan ada tindak pidana dalam pengembangan Pulau Rempang. Namun demikian, Bambang mengatakan Mabes Polri masih dalam tahap pengumpulan keterangan, termasuk dalam hal ini memeriksa bos Grup Artha Graha Tommy Winata.

Sementara Tommy Winata, usai diperiksa di Mabes Polri, mengatakan sejak penandatanganan nota kesepahaman dengan pemerintah Kota Batam terkait rencana pengembangan Pulau Rempang Tahun 2004, Artha Graha belum melakukan kegiatan apapun di pulau itu. "MoU itu belum terlaksana sampai sekarang," kata Tommy yang siang itu mengenakan setelan berwarna abu-abu.

Ia menyatakan, proyek pengembangan pulau itu terlambat direalisasikan karena ada hal-hal yang belum dilakukan pemerintah Kota Batam, namun dia tidak menyebut secara jelas mengenai hal itu. Tommy juga tidak keberatan jika nanti kesepakatan itu dibatalkan asal sesuai dengan aturan perundangan yang ada.

Ia juga membantah, kasus itu bergulir ke Mabes Polri karena ia memiliki "kewajiban yang belum dilaksanakan". "Kami belum dapat peringatan, tidak ada piutang maupun kewajiban kepada pihak lain," katanya. Oleh karena itu ia menyerahkan kepada polisi untuk mencari kebenaran terkait dengan masalah tersebut.

Ia juga menegaskan bahwa hingga kini, baik secara "de yure" dan "de facto", tidak memiliki atau menguasai tanah di Pulau rempang. "Semuanya masih rencana dan prosesnya terkatung-katung," demikian Tommy.(*)

Presiden: Bisnis "Kongkalikong" Sudah Selesai

[Antara News] - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, model bisnis di Tanah Air yang mengandalkan fasilitas dari penguasa dan berdasarkan prinsip "kongkalikong" sudah berakhir. "Model bisnis dengan berbasis fasilitas dari penguasa, bisnis berdasarkan prinsip "kongkalikong" sudah selesai," katanya ketika membuka Musyawarah Nasional VII Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) di Jakarta, Rabu.

Karena ternyata, Presiden melanjutkan, model bisnis seperti itu justru membuat dunia usaha tidak berkembang dengan baik, bahkan bisa menghasilkan krisis. Presiden yang didampingi Ibu Ani Yudhoyono mengatakan, dunia usaha Indonesia di tingkat global harus dilakukan secara lebih transparan dan akuntabel dengan menjalankan praktek bisnis yang baik.

Kepala Negara bersyukur bahwa dunia usaha kini sudah menyadari bahwa kesempatan usaha ada di mana-mana dan bisnis tidak hanya bisa dijalankan oleh pengusaha yang dekat dengan kekuasaan. Pemerintah, kata Presiden, membuka kesempatan seluasnya agar semua kalangan dunia usaha memiliki kesempatan yang sama.

Secara khusus Presiden berharap agar kaum perempuan Indonesia dapat lebih diberdayakan atau diperankan secara optimal dalam kegiatan dunia usaha. Untuk itu, Presiden mengajak IWAPI membangun kemitraan yang baik dengan pmerintah, baik di tingkat pusat dan daerah.

Di bagian akhir sambutannya, Presiden Yudhoyono mengajak kaum perempuan ikut mengambil langkah nyata menyelamatkan lingkungan. "Ajak diri kita dan lingkungan masyarakat untuk menjadi masyarakat yang hemat energi, seperti hemat listrik dan bahan bakar," katanya sambil meminta agar IWAPI juga ikut menyukseskan gerakan penanaman pohon yang akan dilakukan serentak pada 1 Desember mendsatang.

Hadir dalam acara tersebut antara lain Menko Kesra Aburizal Bakrie, Seskab Sudi Silalahi, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, salah seorang pendiri dan mantan Ketua Umum IWAPI Kemala Motik, dan Ketua Umum Kadin MS Hidayat.(*)

Sabtu, 10 November 2007

Mendukung Pemberantasan Illegal Logging Tanpa Pertemuan dengan Konglomerat Bermasalah

[Conglomerate Monitor Network] - Salah satu agenda utama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah pemberantarasan korupsi dan illegal logging. Semua yang bersalah harus diproses hukum dan jika bersalah, dihukum sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku. Tidak ada seorang pun yang kebal hukum di republik ini. Itulah poin terpenting yang disampaikan oleh Andi A. Mallarangeng, Juru Bicara Kepresidenan RI menanggapi surat pembaca kami dari Conglomerate Monitor Network (CMW) yang dimuat di media massa.

Tentu saja kami sependapat dan mendukung agenda utama pemerintahan SBY tersebut. Pada kesempatan ini kami juga mengajak masyarakat luas untuk mendukung agenda tersebut. Perlu kami sampaikan, bahwa sebelumnya kami menulis Surat Pembaca berdasarkan informasi bahwa sebelum Hari Raya Idul Fitri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan Sukanto Tanoto (pemilik Kelompok usaha Raja Garuda Mas).

Isi Surat Pembaca kami kurang lebih mempertanyakan mengapa Presiden SBY Bertemu dengan Konglomerat Bermasalah ? Soalnya sebuah media portal berita memuat informasi tersebut. Bahkan, Ketua DPR-RI Agung Laksono sampai sempat mengomentari hal tersebut dan dipublikasikan di media tersebut. Dengan tujuan agar masalah “pertemuan” tersebut tidak dipolitisasi oleh lawan-lawan politik SBY, waktu itu (dalam surat pembaca) kami meminta penjelasan Andi A Mallarangeng, sebagai juru bicara agar menjelaskan mengenai pertemuan tersebut.

Kami memuji langkah Andi A Mallarangeng yang sangat sigap dan responsive menanggapi Surat Pembaca kami yang dipublikasikan di media massa. Andi A Mallarangeng menjelaskan bahwa pertemuan yang disangkakan itu, yaitu antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Sukanto Tanoto, tidak pernah terjadi. “Sebenarnya saya sudah membantah hal ini dalam berbagai kesempatan, tapi mungkin Saudara Liem Poernama tidak sempat membacanya. Mudah-mudahan dengan penjelasan ini, isu tersebut menjadi jelas,” demikian disampaikan oleh Andi A Mallarangeng, dan kini persoalannya menjadi jelas.

Tentu saja, kami segenap jajaran Conglomerate Monitor Network (CMN) menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Andi A Mallarangeng yang mengklarifikasi Surat Pembaca kami, sehingga masyarakat memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Terima kasih. (*)

Selasa, 06 November 2007

Klarifikasi dari Juru Bicara Kepresidenan RI Andi A. Mallarangeng

Sehubungan dengan Surat Pembaca Liem Poernama, Koodinator Conglomerate Monitor Network (CMN) yang dimuat di Koran Tempo, Senin 5 November 2007 di halaman Pendapat (A11), maka Andi A. Mallarangeng, Juru Bicara Kepresidenan RI memberikan klarifikasi yang dimuat esok harinya di Koran Tempo, Selasa 6 November 2007 di halaman Pendapat (A11). Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Andi A Mallarangeng. Berikut ini adalah klarifikasi yang disampaikan, sesuai dengan yang dimuat Koran Tempo :

Terima kasih kepada Saudara Liem Pernama, Koordinator Conglomerate Monitor Network, Jakarta, yang menulis surat pembaca, yang intinya bertanya "Mengapa Presiden Bertemu Konglomerat Bermasalah ?" (Koran Tempo, 5 November 2007). Sayangnya Saudiara Liem Poernama sudah berasumsi bahwa bahwa pertemuan itu benar-benar terjadi sehingga meminta penjelasan secara detail tentang pertemuan tersebut dan mengapa pertemuan itu dilakukan. Dengan ini saya tegaskan bahwa pertemuan yang disangkakan itu, yaitu antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Saudara Sukanto Tanoto, tidak pernah terjadi.

Sebenarnya saya sudah membantah hal ini dalam berbagai kesempatan, tapi mungkin Saudara Liem Poernama tidak sempat membacanya. Mudah-mudahan dengan penjelasan ini, isu tersebut menjadi jelas.

Pemberantasan korupsi, illegal loggingm dan illegal fishing adalah salah satu agenda utama pemerintah Presiden Yudhoyono. Semua yang bersalah akan diproses secara hukum dan jika bersalah, dihukum sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku. Tidak ada seorang pun yang kebal hukum di republik ini - Andi A Mallarangeng, Juru Bicara Kepresidenan RI (Sumber : Koran Tempo, Selasa 6/11/2007, Halaman A11).

Kamis, 01 November 2007

Mengapa Presiden RI Bertemu Konglomerat Bermasalah ?

[Conglomerate Monitor Network/CMN] - Kami sungguh prihatin dan kecewa membaca berita dan informasi mengenai adanya pertemuan sebelum hari raya Idul Fitri yang baru lalu, antara Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan konglomerat bermasalah dari kelompok usaha Raja Garuda Mas (RGM) Group, yaitu Sukanto Tanoto. Dalam pandangan kami, tidak sepatutnya Presiden bertemu dengan konglomerat yang anak-anak perusahaannya sedang sibuk memadamkan masalahnya dengan hukum.

Seperti diberitakan media, dua perusahaan di lingkungan RGM Group kini sedang mengalami mega masalah yang terkait dengan hukum. Pertama, PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) sedang ditangani oleh Polda Riau dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tersangkut kasus illegal logging atau pembalakan liar, yang menurut Kapolda Riau Brigjen Sutjiptadi, selain merusak lingkungan juga merugikan keuangan negara.

Kedua, PT Asian Agri tersangkut kasus dugaan penggelapan pajak senilai Rp 1,3 triliun, kasusnya, kini sedang digarap oleh Ditjen Pajak dan Pusat Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK). Menurut Direktur Intelejen dan Penyidikan Ditjen Pajak Mochammad Tjiptardjo, setidaknya RGM harus mengembalikan uang negara Rp 6,5 triliun (termasuk denda).

Oleh sebab itu, kami sependapat dengan komentar Ketua DPR Agung Laksono di Rakyat Merdeka Dotcom, yang menyayangkan pertemuan tersebut. Menurut Agung, seharusnya Presiden SBY tidak bertemu dengan pengusaha bermasalah, alasannya, pertemuan tersebut menimbulkan kecurigaan di masyarakat. “Kenapa pertemuan harus dilakukan ? Sangat tidak etis, selaku kepala negara melakukan pertemuan seperti itu,” ujar Agung sambil meminta ke depan jangan melakukan kesalahan serupa.

Akan sangat bijaksana, jika Juru Bicara Presiden SBY yaitu Andi Mallarangeng dan Dino Patti Djalal dapat menjelaskan bersama-sama secara detail mengenai pertemuan tersebut, mengingat pimpinan lembaga tinggi negara DPR-RI sudah memberikan komentarnya. Bagaimana pun, pertemuan tersebut potensial mempersulit pengusutan terhadap dua kasus hukum yang sedang mencengkeram konglomerat tersebut.

Jika tidak, bisa dipastikan Presiden SBY akan menghadapi resiko politik yang lebih besar, karena kejadian seperti ini sangat gampang dipolitisasi oleh lawan-lawan politiknya. Mudah-mudahan, Juru Bicara Presiden SBY bisa menjernihkan masalah pertemuan dengan konglomerat bermasalah ini. Semoga -- Liem Poernama, Koordinator Conglomerate Monitor Network CMN. (Sumber : Surat Pembaca yang dimuat Koran Tempo, Senin 5/11/2007, Halaman A11).

Bahan informasi yang menjadi referensi atau bahan rujukan penulisan Surat Pembaca di atas adalah berita-berita yang dimuat di http://www.myrmnews.com -- portal berita Rakyat Merdeka Group, antara lain sebagai berikut :