Selasa, 30 Oktober 2007

Pemusatan Kepemilikan Lembaga Penyiaran Dikaji

[Tempo Interaktif] - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan mengkaji persoalan pemusatan kepemilikan yang terjadi di lembaga penyiaran swasta di Indonesia. Kajian ini sekaligus menanggapi somasi terbuka tentang persoalan yang sama dari Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI) pada Senin (29/10).

Anggota KPI, Izzul Muslimin, mengatakan KPI sudah membicarakan masalah ini dalam rapat internal. "Memang dalam Undang-Undang penyiaran, kepemilikan lembaga penyiaran itu dibatasi," kata Izzul di Jakarta kemarin. Tapi masalahnya tidak sederhana.

"Undang-undang penyiaran itu lahir ketika kondisi kepemilikan lembaga penyiaran yang sudah terpusat," kata Izzul. Selain itu status lembaga penyiaran swasta memang sudah menjadi perusahaan terbuka. "Saham mereka sudah ada yang dimiliki publik," kata Izzul.

Rencananya, kata dia, pekan ini KPI juga akan membahas persoalan ini dengan Departemen Komunikasi dan Informasi. KPI dan pemerintah tetap harus berhati-hati menyikapi persoalan ini. "Jangan sampai peraturan mematikan lembaga penyiaran," kata Izzul. (Rabu : 31/10/2007)

PPATK Bantah Soal Transaksi Eddy Tansil

[Sinar Harapan] - Ketua Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Junus Husein membantah adanya temuan pihaknya soal transaksi transfer uang yang dilakukan terpidana kasus korupsi Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) Eddy Tansil sebagaimana diungkapkan penyidik PPATK, Garda T Paripurna, akhir pekan lalu. Junus mengatakan transaksi itu tak pernah ada.

“Sebaliknya, yang 'dicium' PPATK adalah transaksi yang dilakukan kakak Eddy Tansil beberapa waktu lalu; almarhum Hendra Rahardja, yang asetnya sudah ditarik ke Tanah Air,” kata Yunus Husein ketika ditanyakan SH, saat ditemui di Gedung Departemen Hukum dan HAM (Dephukham), Selasa (30/10).

Yunus mengatakan apa yang diungkapkan Garda T Paripurna, penyidik PPATK, pada workshop dengan wartawan, akhir pekan lalu (27/12) soal transaksi Eddy Tansil, bukanlah realita. Menurut Yunus, yang dikatakan Garda adalah sebuah contoh kasus, bukan kenyataan.

Di kesempatan berbeda, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga berniat segera mengklarifikasi pengiriman sejumlah dana yang disebut-sebut dikirimkan oleh buron kasus korupsi Eddy Tansil dari Australia ke Indonesia pada tahun 2006 silam. "Sedang diklarifikasi dulu. PPATK itu kan sedang belajar telusuri aset. Itu lika-likunya panjang. Jadi masalah pengiriman itu kita baru telusuri.

Yang penting kan kalau hukum itu pembuktian," kata Jaksa Agung Hendarman Supandji ketika ditemui di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta, (29/10). Dalam upaya klarifikasi ini, lanjut Hendarman, asal-usulnya harus dicari dari mana. "Nanti kalau datanya sudah akurat pasti akan saya sampaikan. Lha wong masih koordinasi dengan PPATK, belum (selesai). Itu kan sifatnya harus tertutup," katanya.

Hal sama diutarakan oleh Ketua Tim Pemburu Koruptor yang juga Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin. Ia berharap, dari data ini, bisa didapat kepastian posisi buronan itu untuk ditangkap. Hingga saat ini, pihaknya belum menerima laporan secara resmi tentang adanya transfer uang tersebut dari PPATK. Jika ternyata transaksi itu berindikasi korupsi, kejaksaan juga tak segan menyitanya.

Sebelumnya, Garda T Paripurna, yang juga menjabat sebagai staf ahli di PPATK, mengatakan informasi transaksi Eddy Tansil, diketahui ketika pemerintah Australia menyampaikan bahwa Eddy Tansil yang jadi salah satu buron kasus korupsi yang paling dicari di Indonesia, ternyata pernah mentransfer uang sebanyak dua kali ke Indonesia. (Selasa : 30/10/2007)

Rabu, 24 Oktober 2007

Wakil Presiden: Waspadai Kesenjangan Ekonomi

[Tempo Interaktif] - Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta semua elemen masyarakat mewaspadai adanya kesenjangan ekonomi, karena kondisi ini bisa menimbulkan konflik horizontal. Menurut Kalla, untuk mencegah makin lebarnya kesenjangan itu, organisasi masyarakat harus mampu membina para kadernya agar memiliki jiwa wirausaha atau enterpreneurship, sehingga muncul para penggusaha-pengusaha mikro, kecil, dan menengah yang berhasil.

"Kita harus mengatur kesimbangan ekonomi dengan melakukan harmonisasi," kata Kalla saat silaturahmi dengan Ketua Umum Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi dan para kiai di Pondok Pesantren Al Hikam II di Depok, Selasa (23/10).

Kalla mencontohkan, disparitas ekonomi atau kesenjangan ekonomi saat ini bisa dilihat dari banyaknya orang yang tinggal di apartemen dan banyaknya pembangunan pusat-pusat pembelanjaan moderen. "Namun, di sisi lain banyak juga yang tinggal di pinggir sungai," kata dia.

Kalla bersedia memfasilitasi pertemuan antara kalangan pengusaha kecil dari Nahdatul Ulama atau organisasi massa lain dengan pihak perbankan untuk sama-sama memajukan usaha kecil ini. "Ini penting supaya usaha kecil juga maju dan mampu mengharmonisasi ketidakseimbangan ini," katanya.

Dahulu, kata Kalla, akibat ketidakseimbangan ekonomi ini muncul konflik yang merusak, bahkan sampai mengusir etnis tertentu. "Nanti konsepnya bisa seperti Grameen Bank (Bangladesh) atau organisasi membentuk lembaga pembiayaan. Pemerintah juga sudah bantu memutihkan utang 1000 usaha kecil menengah lebih, supaya mereka bisa usaha lagi," kata dia.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama Hasyim Muzadi menyatakan apa yang disarankan Wakil Presiden mulai dirintis para pengurus dan warga NU. Di Malang, kata dia, NU sudah mulai memfasilitasi pedagang pasar dengan memberikan pinjaman lunak. "Daripada mereka terjerat lintah darat," katanya.

Namun, kata Hasyim, perlu waktu untuk membuat sistem tersebut benar-benar berjalan dengan baik. Pengurus NU dan kader NU yang menangani hal ini perlu dibekali manajemen simpan pinjam dan ilmu perbankan yang lebih baik. "Para santri sedang dibekali ilmu manajemen dan akuntabilitas supaya pengelolaannya terkelola dengan baik," kata dia. (Selasa : 23/10/2007)

Senin, 22 Oktober 2007

87 Transaksi di Perusahaan Efek Terkait Pencucian Uang

[Antara] - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mensinyalir adanya 87 transaksi di perusahaan efek (PE) yang dicurigai terkait pencucian uang (money laundring). Jumlah tersebut masih dinilai sedikit dikarenakan jumlah pelapornya hanya 17 perusahaan efek.

"Jumlah ini masih terlalu sedikit, jika dibandingkan dengan total jumlah pelapor dan jumlah (suspicious transactions report/STR)," kata Kepala PPATK Yunus Husein di Jakarta, Senin.
Yunus mengatakan jumlah pelapor dari perusahaan efek hanya sekitar 9 persen dibandingkan total pelapor yang mencapai 188 instansi, sedangkan jika dilihat dari jumlah STR baru sekitar 0,77 persen dari total STR sebanyak 11.347 .

Menurut data PPATK per 30 September 2007 jumlah pelapor dari institusi perbankan mencapai 119 dengan jumlah STR mencapai 10.555, sedangkan
manajer investasi jumlah pelapornya sebanyak 3 instansi dengan jumlah STR sekitar 6.

Yunus tidak bersedia merinci mengenai ke-87 transaksi tersebut. Mengenai berapa persen dari total transaksi di pasar modal yang terkait money laundring, Yunus mengaku sulit untuk menghitungnya. "Memang ada money laundring yang masuk ke pasar modal, tetapi jumlahnya tidak bisa dikatakan, karena uangnya banyak yang berputar-putar," katanya.

Sementara untuk jumlah pedagang valas pelapornya mencapai 18 dengan 108 jumlah STR, instansi dana pensiun hanya 1 pelapor dengan 1 jumlah STR. Sedangkan jumlah pelapor lembaga pembiayaan mencapai 11 pelapor dengan 101 jumlah STR. Untuk asuransi jumlah pelapornya mencapai 19 pelapor dengan jumlah STR mencapai 489.

"Jadi kalau Perusahaan Efek jika dibandingkan dengan instansi lain seperti perbankan dan pedagang valas masih sedikit sekali,"ujarnya. Dia menambahkan masih sedikitnya laporan dari perusahaan efek tersebut, dikarenakan banyak perusahaan efek yang baru melapor jika terjadi kasus atau ketika diselidiki oleh pihak berwenang. "Jadi kalau ada kasus mereka baru lapor," katanya.

Yunus mengatakan masih banyak pihak di pasar modal yang kurang menyadari adanya money laundering di sektor pasar modal. "Ini terjadi karena adanya anggapan bahwa semua aliran uang sudah terfilter di perbankan, padahal semua orang harus mencurigai akan adanya money loundering," tambahnya.(*)

Jumat, 19 Oktober 2007

Toba Pulp Akan Diakuisisi Pinnacle

[Tempo Interaktif] - Pinnacle Limited berencana mengambil alih sebagian besar saham PT Toba Pulp Lestari Tbk. Perusahaan yang berkantor pusat di Kepulauan Seychelles ini mengajukan penawaran sekitar Rp 500 per saham.

Untuk memuluskan rencana tersebut, Pinnacle telah mengirimkan surat penawaran tender kepada manajemen Toba Pulp. "Surat dikirim dua hari yang lalu (pada 17 Oktober lalu)," kata Sekretaris Perusahaan Toba Pulp Mulia Nauli di Jakarta kemarin.

Vice President Corporate Affair Raja Garuda Mas Tjandra Putra membenarkan rencana akuisisi tersebut. "Pihak Raja Garuda Mas masih mengkaji tawaran dari Pinnacle itu," kata Tjandra kemarin.Rencana ini belum dilaporkan kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan atau kepada otoritas Bursa Efek Surabaya (BES). Toba Pulp mencatatkan sahamnya di BES sejak 18 Juni 1990. (*)

Orang Kaya Indonesia

[Media Indonesia] - JUMLAH orang kaya Indonesia meningkat pesat. Itu bukan ejekan atau bualan, melainkan hasil riset yang dilakukan Merrill dan Capgemini yang dilansir di Hong Kong, Selasa (16/10). Lebih mengagetkan, Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan jumlah orang kaya tertinggi ketiga (16,0%) di kawasan Asia-Pasifik setelah India (20,5%) di tempat kedua dan Singapura di tempat pertama (21,2%). Bahkan, pertumbuhan orang kaya Indonesia hampir dua kali pertumbuhan global yang hanya 8,3% dan juga kawasan yang cuma 8,6%.

Pertumbuhan orang kaya Indonesia itu fakta yang menggembirakan. Sebab, semakin banyak orang kaya dalam ukuran global kiranya juga indikasi kemajuan pada tataran nasional. Setidaknya, bertambah pula orang yang membayar pajak lebih besar lagi. Bangsa yang mampu menghasilkan orang kaya dalam standar dunia adalah bangsa yang menang bersaing. Dalam perspektif itu, tidak mengherankan jika orang kaya di kawasan ini paling banyak berada di Jepang, disusul China yang sepanjang 10 tahun terakhir merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi paling tinggi.

Maka, tidaklah mengagetkan bila pertumbuhan orang kaya paling pesat berada di Singapura dan India. Singapura negara paling efisien di dunia, penegakan hukumnya paling taat asas sehingga tetap menarik bagi investasi. India juga negara dengan kemajuan ekonomi yang sangat pesat bersama China.

Lalu, apa jawabannya sehingga Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan orang kaya paling tinggi ketiga di Asia-Pasifik setelah Singapura dan India? Hasil riset menunjukkan pertumbuhan kekayaan paling besar berasal dari investasi di realestat dan surat berharga yang berkaitan dengan industri properti. Hal itu kiranya juga yang terjadi di Indonesia.

Sektor properti Indonesia pada 2006 diperkirakan menyumbang 2,5% bagi pertumbuhan ekonomi yang mencapai sekitar 6%. Sebuah kontribusi signifikan. Sektor properti juga tergolong kelompok ekonomi padat karya yang memiliki efek berganda tinggi, yaitu melibatkan 114 kegiatan ekonomi, mulai dari industri hingga tukang gali dan warung tegal. Akan tetapi, industri properti Indonesia dewasa ini lebih berorientasi kepada kalangan menengah dan atas dengan membangun apartemen maupun rumah mewah serta menjamurnya pembangunan ruko dan mal.

Konsep pembangunan 1-3-6, yakni satu rumah mewah, disertai pembangunan tiga rumah menengah, dan enam rumah sederhana yang dicanangkan di zaman Pak Harto sekarang tidak lagi dipatuhi. Pembangunan rumah susun sederhana dan rumah sangat sederhana untuk kalangan berpendapatan rendah baru sampai pada tahap tekad. Sektor properti juga tidak bisa menjadi fondasi bagi pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan (sustainable). Fondasi itu harus disandarkan pada sektor riil yang masih bergerak sangat lamban.

Pertumbuhan orang kaya Indonesia meningkat pesat, tetapi itu bisa menjadi bumerang bila serentak dengan itu juga tercipta jurang kaya-miskin yang semakin lebar. Menjadi kaya adalah kesempatan yang terbuka bagi siapa pun dan negara memungut pajak darinya bagi kemaslahatan publik. Sebaliknya, memerangi kemiskinan tidak bisa dibiarkan menjadi urusan kedermawanan orang kaya, tetapi harus menjadi komitmen negara terhadap rakyatnya. Di situlah, realisasi janji kampanye politik harus selalu diingatkan dan ditagih. (*)

Selasa, 16 Oktober 2007

Hongkong Beri Akses Tarik Harta Koruptor : Target Utama Aset Hendra Rahardja

[Indo Pos] - Ada secercah harapan untuk menarik aset rakyat Indonesia yang dilarikan koruptor ke Hongkong. Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin mengungkapkan bahwa otoritas Hongkong sepakat membuka pintu hukum untuk mengambil alih harta para buron koruptor yang disimpan di bekas koloni Inggris itu. Target utamanya membawa pulang aset yang dilarikan buron terpidana kasus BLBI Hendra Rahardja USD 9,3 juta atau sekitar Rp 85 miliar. Penarikan aset itu baru bisa dilakukan setelah pemerintah RI dan Hongkong menandatangani perjanjian kerja sama timbal balik bidang hukum alias mutual legal assistance (MLA) pada 21-24 November mendatang.

Penandatanganan tersebut bersamaan dengan digelarnya pertemuan The 2nd Annual Conference and General Meeting of The International Association of Anti-Corruption Authorities (IAACA) di Nusa Dua, Denpasar. "Kami berharap dengan ditekennya MLA tersebut, ada dampak positifnya untuk pemulangan aset-aset buron di Hongkong," kata Muchtar saat ditemui kemarin.

Menurut Muchtar, draf MLA telah disepakati delegasi RI dan Hongkong. Mayoritas terkait dengan mekanisme kerja sama bantuan hukum untuk kepentingan hukum yang melibatkan dua negara. Muchtar menegaskan, pemerintah RI berkepentingan besar atas penandatanganan MLA. Sebab, itu menjadi dasar bagi kejaksaan untuk mengusut sekaligus memulangkan aset Hendra Rahardja yang dicurigai telah dialihkan dari Australia ke Hongkong. Aset tersebut diduga kuat terkait dengan kasus BLBI Bank Harapan Sentosa (BHS) yang merugikan negara Rp 1,95 triliun. "Mudah-mudahan dapat membantu kasus itu (pemulangan aset Hendra Rahardja)," jelas Muchtar yang juga ketua Tim Pemburu Koruptor (TPK).

Hendra sudah meninggal di Australia. Dia masih saudara dengan Edy Tansil, buron koruptor lain. Setelah MLA dengan Hongkong, lanjut Muchtar, pemerintah RI menjajaki penandatanganan MLA dengan Amerika Serikat (AS). "Saat ini sedang proses, tim interdep juga baru saja pulang dari sana (AS)," ungkap Muchtar. Di AS, tim gabungan dari Deplu dan Kejagung bertemu dengan otoritas bidang hukum AS untuk membicarakan poin-poin penting terkait dengan perjanjian MLA.

Menurut Muchtar, dari perjanjian MLA dengan AS, pemerintah RI berharap dapat menutupi kelemahan kerja sama bidang hukum karena belum adanya perjanjian ekstradisi. Salah satu target perjanjian MLA dengan AS, lanjut dia, adalah pemulangan aset milik terpidana kasus pembobolan Bank BNI Adrian Waworuntu USD 12,5 juta atau sekitar Rp 11 miliar yang berada di sebuah bank di Los Angeles. "Saya kira tidak hanya Adrian, banyak kasus-kasus lain yang membutuhkan MLA dengan negara tersebut (AS)," jelas Muchtar. (*)

Rabu, 10 Oktober 2007

Prajogo Pangestu Dilaporkan Serobot Tanah

[Jurnal Nasional] - Pengusaha Prajogo Pangestu dan Sukmawati Wijaya dilaporkan menyerobot tanah milik pengembang PT Bratakusuma di Komples Widya Chandra, Jakarta, Selatan, seluas 1.500 meter persegi. "Tanah tersebut secara sah milik PT Bratakusuma," kata kuasa hukum PT Bratakusuma, Arifin Singawidjaya, Selasa (9/10) seperti dilaporkan Antara.

Pada 1979 Prajogo membeli kavling 32B dan Sukmawati di Kavling 33 di kompleks tersebut (sekarang Jl. Widya Chandra V), namun sekitar tahun 1990, kata Arifin, Prajogo dan Sukmawati melakukan pemagaran pada lahan di depan kavling yang mereka beli tanpa seizin PT Bratakusuma. Telah berulangkali pihak Bratakusuma secara lisan memperingatkan agar meninggalkan dan mengosongkan tanah tersebut, namun tak diindahkan.

Akhirnya terhitung Juli 2007, PT Bratakusuma melakukan gugatan terhadap Prajogo dan Sukmawati ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sementara pengacara Prajogo, Berlin Pandiangan, mengatakan, sertifikat Bratakusuma atas tanah tersebut sudah mati sejak 1994 sehingga tanah dikuasai negara dan tanah itu adalah fasilitas umum.

Prajogo juga sudah pernah diperiksa sehubungan dengan kasus tersebut dan dikatakan bahwa tidak menguasai tanah tersebut. Menanggapi itu Arifin mengatakan, tanah diserobot sejak 1990 padahal sertifikat mati pada 1994 dan saat ini sedang dalam proses diperpanjang. Saat ini nilai tanah di kawasan tersebut sekitar Rp20-25 juta per meter persegi. (*)

Senin, 01 Oktober 2007

Penggelapan Pajak Asian Agri Rp 1 Triliun Lebih : Temuan penyidik pajak terhadap penggelapan Asian Agri makin

[Kontan] - Penyidik pajak terus mengejar dugaan penggelapan pajak di PT Asian Agri Grup (AAG), anak usaha Raja Garuda Mas milik konglomerat Sukanto Tanoto. Dari hasil pemeriksaan sementara, temuan kerugian negara terus membengkak. Kalau temuan awal hanya Rp 786,3 miliar, lalu meningkat menjadi Rp 984,4 miliar, dan yang terbaru angkanya melampaui Rp 1 triliun.

Bahkan, Direktur Penyelidikan dan Intelijen Direktorat Jenderal Pajak M.Tjiptardjo mengungkapkan, ada kemungkinan angka penggelapannya terus bertambah. Hingga kini penyidik pajak masih terus memeriksa lima petinggi Asian Agri yang sudah menjadi tersangka. "Alat bukti kami sudah cukup," kata Tjiptardjo, akhir pekan lalu kepada KONTAN.

Meski nilai kerugiannya makin besar dan sudah ada tersangkanya, Tjiptardjo enggan berspekulasi kasus ini bakal merembet dan menyeret Sukanto Tanoto. "Jangan menebaknebak,semuanya masih tergantung pada hasil penyelidikan," tambahnya. Namun ia tidak menampik bahwa jumlah tersangka dalam kasus ini akan terus bertambah.

Sekadar catatan, hingga pekan lalu, penyidik pajak telah memanggil 53 orang saksi dan 46 orang telah masuk di Berkas Acara Perkara (BAP) dan menetapkan lima tersangka. Hingga kini pemeriksaan masih terus berjalan, dan belum ada kepastian kapan akan selesai.

Dwiyanto Prihartono, Pengacara Asian Agri, mengaku minggu-minggu ini pemeriksaan akan berlanjut lagi dengan tiga orang saksi dari AAG. Namun ia merasa heran dan meragukan temuan penggelapan pajaknya hingga mencapai lebih dari Rp 1 triliun. "Saya heran, mengapa di perusahaan yang sama tapi angka kerugiannya terus membengkak. Meskipun, aparat pajaksah-sah saja menyatakannya, toh itu kan juga masih dugaan," tambahnya Ahad (30/9).

Rudi Victor Sinaga, Corporate Communication AAG mengaku perusahaannya ingin segera merampungkan masalah ini. Bila memang terbukti ada penggelapan pajak, Asian Agri siap bernegosiasi dan bersedia membayar kekurangan pajaknya. (*)