Minggu, 06 Januari 2008

Kejakgung Harus Berani Memberangus Konglomerat Hitam

[My RM News Dotcom] - Kejaksaan Agung (Kejakgung) dinilai perlu mengaudit konglomerat pembeli aset-aset yang dijual oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), soalnya mereka memperoleh keuntungan besar dari penjualan harga murah alias obral yang dilakukan BPPN. Sehingga tidak terlalu mengejutkan jika hasil riset yang dilakukan Merrill Lynch dan Capgemini yang dilansir di Hong Kong belum lama ini menyebutkan bahwa jumlah orang kaya Indonesia meningkat pesat.

Berdasarkan riset tersebut, Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan jumlah orang kaya tertinggi ketiga (16,0%) di kawasan Asia-Pasifik setelah India (20,5%) di tempat kedua dan Singapura di tempat pertama (21,2%). Bahkan, pertumbuhan orang kaya Indonesia hampir dua kali pertumbuhan global yang hanya 8,3% dan juga kawasan yang cuma 8,6%.

Keberadaan dan gerak-gerik bisnis orang kaya baru seperti inilah yang seharusnya dimonitor oleh Kejaksaan Agung. Jika perlu, mereka diwajibkan untuk mengembalikan sebagian kerugian negara dengan berbagi keuntungan dari laba saat ini yang diperoleh dari pencaplokan aset yang tidak sesuai prosedur atau hostile take over.

Perlu diketahui publik bahwa, tidak semua konglomerat yang mengambilalih aset BPPN menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance dan etika bisnis, ada juga konglomerat hitam yang hanya mengejar keuntungan semata-mata dan menghalalkan segala cara. Konglomerat hitam seperti inilah yang menjadi biang musuh rakyat dan harus kita perangi bersama.

Untuk mengetahui identifikasi konglomerat hitam tersebut, berikut ini adalah beberapa ciri-ciri yang cukup menonjol pada dirinya. Pertama, kongmerat hitam ini memiliki network kepada pusat kekuasaan negara dengan baik. Sehingga meskipun mengambilalih aset dengan murah, tapi soal membayar kewajiban kepada pihak lain, dia berani menabrak komitmen dan perjanjian tertulis yang sudah disepakati -- baik itu dengan pihak lokal, maupun internasional. Konglomerat ini sangat percaya diri bahwa dengan kedekatannya dengan pusat kekuasaan bisa membentengi kepentingan bisnisnya.

Kedua, konglomerat hitam ini memiliki track record yang sangat buruk soal perpajakan. Soalnya, baik secara personal maupun korporat pernah melakukan penggelapan pajak atau illegal tax, namun bisa diselesaikan secara kekeluargaan di luar pengadilan atau out of court settlement. Ketiga, pada umumnya konglomerat hitam tidak memiliki nasionalisme terhadap bangsa dan negara RI, sehingga meskipun merusak reputasi bisnis di tanah air atau pun mengobrak-abrik iklim investasi yang kondusif di dalam negeri, konglomerat hitam itu akan tidak peduli.

Nah, seharusnya Kejakgung lebih proaktif dan memberikan prioritas untuk memberangus konglomerat-konglomerat hitam seperti ini. Jika ini bisa dilakukan oleh pemerintahan Yudhoyono, mudah-mudahan recovery ekonomi akan lebih cepat pulih, seperti yang dicita-citakan rakyat Indonesia . Mari kita tunggu reaksi proaktif Kejaksaan Agung dalam waktu dekat ini.

Tidak ada komentar: